Jakarta –
Eric Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menerima kunjungan Duta Besar AS untuk Indonesia, Kamala Shirin Rakgir, dan Mr. McPheeter, salah satu pimpinan American Chamber in Asia, di Kementerian Pusat BUMN. Jakarta, Kamis (12/5) kemarin. Pertemuan tersebut digelar sebagai tindak lanjut pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo Subianto dan Amerika Serikat yang digelar beberapa waktu lalu.
Dalam kunjungan tersebut, Eric memaparkan banyak peluang kerja sama di beberapa bidang, seperti penambahan industri pesawat terbang dan semikonduktor. Dalam kasus ini, Eric menyebut dua perusahaan raksasa pesawat terbang dan chip: Boeing dan Intel.
Awalnya Eric menekankan dukungan terhadap pasar global yang memungkinkan investasi Amerika masuk ke Indonesia. Namun, kata dia, terdapat perbedaan sistem perekonomian Indonesia dan Amerika Serikat.
“Karena kita tahu teman-teman Amerika punya sistem ekonomi yang sedikit berbeda. Amerika pasti lebih liberal, jadi buktinya, meski kita negara maju, kita lebih fokus pada ekonomi global.” “Seimbangkan perekonomian Pancasila,” kata Eric di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Kamis (12 Mei 2024).
Meski demikian, Eric menegaskan sistem perekonomian Tanah Air tidak menolak investasi asing, terutama dari Amerika Serikat. Oleh karena itu, pertemuan ini memberikan banyak peluang kerja sama dengan Amerika Serikat.
Ia menjelaskan: “Mereka memahami posisi mereka dan tentunya kami akan mengundang Boeing untuk menambah unit pesawat dan ada banyak kerja sama.”
Sektor transportasi udara menjadi salah satu yang coba dibawa Eric ke Amerika Serikat dengan memperbanyak unit Boeing di Indonesia. Kerja sama ini bergantung pada ketersediaan pesawat, namun tidak bersifat wajib.
“Kami sangat ingin bekerja sama dengan Boeing karena kami tidak memiliki cukup pesawat,” kata Eric. “Kami membutuhkan 700 pesawat, tapi saat ini setelah Corona di Indonesia, hanya ada 390 pesawat.”
Eric menilai Indonesia tidak mungkin dibatasi oleh armada yang ada saat ini. Pasalnya, Indonesia sendiri merupakan negara kepulauan.
“Ini sangat berbahaya karena kita sendiri adalah negara kepulauan,” jelasnya.
Erick memastikan belum bisa dipastikan jumlah pesawat yang akan ditambah melalui kerja sama dengan Boeing, namun pihaknya terbuka menerima 100 pesawat Boeing. Namun, dia menekankan kesiapan produksi dan harga Boeing.
“Apakah kita masih bisa menambah 100, 100 tergantung apakah Boeing bisa membangunnya, apakah nilainya kompetitif, dan sebagainya,” jelasnya.
Eric pun mengaku menyarankan kepada Boeing untuk mendirikan Bank Ekspor-Impor atau Indonesia Ekspor Finance Corporation dan perusahaan leasing untuk bernegosiasi langsung dengan Garuda, Citylink, dan Pelita.
“Contohnya kami usulkan ke Bank Ekspor-Impor agar perusahaan leasing bernegosiasi langsung dengan Garuda, Citylink, dan Belita, sesuai roadmap masing-masing maskapai. Makanya kami mengajak Intel masuk ke bisnis semikonduktor,” jelasnya.
Eric menunjuk laporan produksi PT Freeport Indonesia September 2025 dan meminta Intel berinvestasi di sektor semikonduktor Indonesia. Laporan tersebut juga membuktikan bahwa Indonesia mampu memproduksi bahan baku semikonduktor yaitu selenium.
“Ternyata selenium itu ada. Dan saya kira itu juga bagian dari negosiasi perlunya pengembangan semikonduktor,” jelasnya.
Sementara itu, Intel sendiri diketahui tengah menjalin kerja sama dengan Himpunan Bank-Bank Negara (HIMBARA). Untuk itu Intel diminta bekerjasama dengan perusahaan semikonduktor Indonesia.
“Kalau Himbara dan lain-lain, itu hanya operasi B2B. Tapi tantangannya bagi saya apakah kita bisa mengembangkan semikonduktor di Indonesia dan bukan di negara lain,” ujarnya.
Eric mengatakan, hal ini sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwani (Memblin) terkait penjualan merek perkakas tanpa investasi.
“Sekali lagi berbagai hal dipaparkan seperti yang diusung Presiden Prabowo dan Menperin terkait penjualan merek ponsel, namun tidak ada investasi yang dilakukan,” jelasnya.
Eric juga mengatakan, smelter Manyar di Gresik akan menghasilkan produk olahan untuk memenuhi kebutuhan selenium produsen chip, salah satunya Intel.
“Kami juga mengusulkan agar Intel dan perusahaan semikonduktor AS lainnya berbicara dengan Menteri Investasi dan Manufaktur/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebenarnya kami sudah menggunakan selenium mentah sebagai komponen semikonduktor. ” (Bunuh/Bunuh)