Jakarta –
Turki telah memutuskan hubungan dagang dengan Israel karena meningkatnya konflik di Gaza. Kebijakan ini akan tetap berlaku sampai Israel mengizinkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
“Ekspor dan impor ke Israel telah ditangguhkan, mencakup semua produk,” kata Kementerian Perdagangan Turki dalam pernyataannya dilansir Jumat (3/5/2024).
Diketahui, hubungan dagang kedua negara telah berlangsung lama. Turki dan Israel menandatangani perjanjian perdagangan bebas pada tahun 1996.
Menurut Institut Statistik Turki, ekspor Turki ke Israel berjumlah 5,4 miliar dolar AS atau Rp 86,40 triliun (Rp 16.000) pada tahun 2023. Saat ini, nilai Israel bagi Turki adalah 1,6 miliar dolar atau 25,6 triliun setahun.
Belum lama ini, VOA melaporkan bahwa perdagangan dengan Turki berdampak luas pada industri manufaktur Israel. Diketahui, negara tersebut masih bergantung pada impor dari Turki untuk berbagai produk manufaktur.
“Mengenai barang-barang tertentu, seperti semen, Israel sangat bergantung pada impor dari Turki. Israel bisa mencari barang-barang lain, tapi harganya akan lebih mahal,” Lindenstrass dari INSS mengatakan kepada VOA.
Menurut Asosiasi Pembangun Israel, Israel mengimpor sekitar 70% produk bajanya dan sekitar sepertiga produk semennya dari Turki. Turki adalah salah satu pemasok utama baja ke Israel.
Namun, seperti dilansir OEC World, ekspor Turki ke Israel akan mencapai US$7 miliar pada tahun 2022. Produk utama yang diekspor adalah bahan mentah (US$757 juta), mobil (US$353 juta), dan perhiasan (US$264 juta).
Selama 27 tahun terakhir, ekspor Turki ke Israel telah tumbuh dengan laju tahunan sebesar 12,5%, dari US$288 juta pada tahun 1995 menjadi US$7 miliar pada tahun 2022. Saat ini, selama 27 tahun terakhir, ekspor Israel ke Turki mengalami peningkatan. Dengan tingkat tahunan sebesar 9,35%, dari US$209 juta pada tahun 1995 menjadi US$2,33 miliar pada tahun 2022.
Pada tahun 2022, Israel akan mengekspor $2,33 miliar ke Turki. Produk utama yang diimpor Israel adalah minyak bumi olahan (US$1,03 miliar), bijih besi (US$293 juta), dan produk petrokimia polimer propilena ($101 juta). (ily/kil)