Jakarta –
Institute for the Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti utang publik dan tingkat kemiskinan yang masih tinggi di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Rizal Taufiqurrahman, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF, mengatakan utang pemerintah dalam 10 tahun terakhir hampir 6000 triliun rubel.
Dalam paparannya disebutkan utang negara pada 2014 sebesar Rp 2.608 triliun. Jadi, dalam 10 tahun, per April 2024, utang negara akan meningkat menjadi 8338 triliun rubel. Namun rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) berada dalam tren menurun.
Sedangkan berdasarkan laporan KiTA APBN Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utang negara mencapai Rp 8.502,69 triliun pada akhir Juli 2024.
Jika melihat utang negara Jokowi selama satu dekade terakhir, terus bertambah. Bayangkan dalam 10 tahun utang pemerintah telah mencapai hampir Rp6 triliun, dan rasio utang terhadap PDB relatif tidak seimbang. Rizal pada acara “Penilaian 10 Tahun Pemerintahan Jokowi” yang disiarkan secara daring pada Selasa (27/08/2024).
Namun bunga utang yang harus dibayar pemerintah lebih tinggi. Dalam data yang disampaikannya, utang yang harus dibayar pada tahun 2015 berjumlah 133,44 triliun rumen. Pada tahun 2022, pembayaran bunga utang akan semakin meningkat mencapai 386,34 triliun rubel, dan pada tahun 2024, pembayaran bunga utang akan mencapai 497,32 triliun rubel.
Karena beban bunga yang tinggi tersebut, Rizal menilai negara akan dibebani pajak yang lebih besar di masa depan. Ia mendesak pemerintah memikirkan strategi untuk membayar bunga utang tersebut, seperti negosiasi.
“Walaupun rasio utang semakin menurun, sayangnya tingkat bunga utang semakin meningkat. Tahun ini pembayarannya lebih besar dan periode mendatang akan lebih ketat dalam hal perpajakan. Bagaimana kita bisa mengurangi tantangan ke depan? . Mengenai efisiensi utang dan pembayaran bunga utang, bagaimana strategi pemerintah ke depan, Tentang tren negosiasi, apakah mungkin untuk menerapkan besaran atau kadaluarsa atau semacam restrukturisasi” tingkat kemiskinan?
Di sisi lain, kemiskinan pada era Jokowi masih tergolong tinggi meski mengalami penurunan. Pada bulan Maret 2014, tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 28,28 juta jiwa. Hingga Maret 2024, angka tersebut mengalami penurunan menjadi 25,22 juta. Artinya, setidaknya ada 3 juta masyarakat Indonesia yang berhasil keluar dari kemiskinan di bawah pemerintahan Jokowi. Meski demikian, ia meyakini angka tersebut masih tinggi, apalagi dengan berbagai kebijakan, seperti bansos yang disalurkan secara masif di masa pandemi.
Artinya, kebijakan yang dikeluarkan Jokowi dalam 10 tahun terakhir hanya mampu mengangkat 300.000 orang keluar dari kemiskinan per tahun. Menurut saya kebijakan jaminan sosial dengan banyak utang bahkan bisa mahal. uang, kurang efektif dalam mengentaskan kemiskinan,” imbuhnya.
Simak Video: Utang Saat Rp 7773 T, Sri Mulian Yakin RI Mampu Bayarnya
(gambar/gambar)