Coulomb Progo-

Kulon adalah sebuah desa dengan nama unik di Progo. Namanya Anjir, seperti nama anak-anak di Jakarta Selatan. Namun warga sekitar belum mau mengubah nama tempatnya.

Dusun tersebut mendadak menjadi populer di Daerah Khusus (DIY) Kulon Progo, Yogyakarta karena memiliki nama yang terdengar unik dan tidak biasa, yaitu Gambar.

Meski kerap diejek karena namanya mirip dengan nama anak-anak di Jakarta Selatan, namun warga enggan mengganti nama kampung tersebut.

Dusun Fig terletak di Desa Hergorejo, Kapanevon Kokap, Kulon Progo. Dari pusat kota Jogja jaraknya sekitar 40 km atau 1 jam perjalanan dengan mobil.

Anjir sendiri memiliki luas 150 hektar dan dihuni oleh 690 jiwa. Penduduk di sini sebagian besar berprofesi sebagai produsen dan petani.

Saifuddin, Kepala Dusun Anjeer, mengaku nama pemukimannya sempat diejek karena terlalu berbeda, terutama oleh generasi muda perkotaan.

“Sekitar tahun 2015, ada peta KKN UGM. Lalu tiap desa ditanya, ‘Desa mana yang kamu punya?’. Saat giliran saya, saya menjawab gbr. Nah saat itu mahasiswa UGM dari berbagai daerah Sejak dan mungkin ada. Ada orang barat, ketawa-ketawa,” ujarnya saat ditemui di rumahnya.

Saifuddin paham kenapa para siswa itu tertawa. Pasalnya, nama desa seringkali menjadi kata makian bagi anak-anak masa kini.

“Kalau begitu aku hanya menjawab namamu, aku tidak bermaksud mengolok-olokmu,” ucapnya mengulangi apa yang dikatakannya kepada siswa saat itu.

Ia mengatakan, nama Anjir kota ini memiliki sejarah tersendiri. Sejarahnya juga dikaitkan dengan dusun pertama di wilayah tersebut.

Dikatakannya, yang pertama masuk rumah ini atas nama Mbah Bardi Wirodimejo. Tadi ada dua pohon tinggi kering tanpa daun di depan rumah Moba Bardi.

“Kita belum tahu namanya, pohon ini tinggi, bentuknya seperti tanduk (tiang) garpu, karena tidak berdaun akibat kekeringan,” kata Saifuddin.

Saifuddin mengatakan, pohon yang konon bentuknya seperti tongkat besar ini mengingatkan warga pada tanaman penyangga tiang yang biasa disebut tiang. Nama aslinya adalah Fig, namun kemudian diubah menjadi Fig hingga diputuskan bahwa Fig adalah nama resmi Hamlet.

“Karena dari bahasa Jawa ajir sebenarnya menjadi anjir. Lalu sekarang disebut nganjir sehingga ada tambahan ‘ng’, tapi dalam tulisan resminya tetap anjir,” jelasnya.

Soal siapa yang pertama kali menyebut nama itu, Saifuddin mengaku belum tahu banyak. Ia menduga hal tersebut merupakan pendapat para tokoh masyarakat saat itu.

Diakuinya, saat itu para mahasiswa juga sudah menyatakan akan mengganti nama tempatnya. Awalnya penduduk desa menunjukkan ketertarikan. Namun, mereka akhirnya berubah pikiran ketika mengetahui konsekuensi perubahan nama Hamlet.

Sebab, warga juga harus melakukan perubahan pada beberapa dokumen, seperti surat keterangan kependudukan, surat tanah, surat kepemilikan mobil, dan surat berharga lainnya. Karena itu, warga akhirnya memilih untuk tetap menjaga nama desa yang membuat orang tertawa.

“Kenapa sudah ada nama itu. Kalau saya pribadi kurang masuk akal karena sudah lama diucapkan Simba,” jelasnya.

——-

Artikel ini muncul di detikJogja. Saksikan video “VIDEO: Unik! Ada Perkampungan Setan di Klaten Tapi Tidak Seram” (wsw/wsw)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *