Pangandaran –
Pajak ilegal dan penggelapan dana sungguh meresahkan. Salah satu wisatawan bernama Yanuar pernah menemukannya. Dia harus membayar Rp 200.000 di resor Pangandaran.
Yanuar Putra, seorang Muslim yang tinggal di Kabupaten Sumedang, mengalami penganiayaan sebagai korban. Ia beberapa kali harus merogoh kocek ratusan ribu rupiah saat menjadi perampok di tempat wisata di Jawa Barat.
Pria berusia 29 tahun ini tidak hanya satu kali diperdagangkan, melainkan tiga kali di tiga destinasi wisata di Kota Pangandaran, Sumedang, dan Bandung.
Januar masih ingat betul saat ratusan ribu orang pergi ke Pangandaran untuk berlibur bersama keluarga. Pada tahun 2023 ini saya mengunjungi salah satu tempat wisata Pangandaran dengan menggunakan kendaraan pribadi.
Pak Yanuar mengatakan, “Saat libur Idul Fitri tahun lalu, biaya yang saya keluarkan di Pangandaran adalah biaya parkir warga sekitar, namun saya harus membayar ekstra karena kendaraan terlalu besar untuk digunakan.”
Warga sekitar bahkan meminta 200.000 lira. Para tergugat ketenagakerjaan menyatakan, uang itu digunakan untuk biaya parkir, biaya kebersihan, dan tiket masuk tempat wisata.
“Total kerusakan mencapai 200.000 Dre, termasuk 100.000 Dre untuk biaya parkir dan 50.000 Dre untuk biaya kebersihan termasuk dalam biaya masuk objek wisata.”
Januar juga dirampok saat mengunjungi pemandian air panas Sumedang tahun lalu. Saat itu, dia diminta membayar Rp 100.000 untuk perbaikan jalan dan tiket masuk tempat wisata.
“Dia kemudian diminta membayar biaya perbaikan jalan, yang katanya termasuk tiket masuk senilai ₹100.000. Bahkan, saat dia pergi ke resor spa, dia tetap membayar ₹25.000 per orang,” ujarnya.
Terbaru, seorang umat Islam diminta membayar parkir sebesar 10.000 lira saat berangkat ke Alun-Alun Kota Bandung saat libur Idul Fitri tahun 2024. Parahnya lagi, pihak pembeli ekspor mengatakan pembayaran liburan (THR) sudah termasuk.
“Saya sempat shock parkir di kawasan Alun-Alun Bandung beberapa waktu lalu. Gara-gara THR, saya diminta kasih tiket parkir Rp3.000 per jam untuk kawasan pusat kota. Kayaknya tarif parkirnya cuma Rp3.000.”
Saat mengetahui permohonan ekspor, Januar mengaku harus memenuhi persyaratan pembeli. Ia khawatir jika tidak melakukan hal tersebut, pelaku akan mengambil tindakan lain yang dapat merugikan dirinya dan keluarganya.
“Suka atau tidak, kita kejar, karena lebih baik tidak dilakukan daripada melakukan tindakan anarkis yang bisa merugikan saya dan keluarga. Kalaupun harus dilakukan, itu demi alasan keamanan terjadi perkelahian dengan warga sekitar, seringkali berakhir buruk, ”ujarnya.
Januar berharap persoalan ekspor ini mendapat perhatian serius dari pemerintah. Menurut dia, selain menertibkan pelaku kejahatan, pemerintah harus siap memberdayakan masyarakat, khususnya yang berada di sekitar destinasi wisata.
“Yang jelas pemerintah terkait bisa turun tangan dalam hal ini, karena semua sektor pariwisata pasti akan menyumbang PAD, jadi ada baiknya pemerintah cepat bertindak jika ada laporan ekspor dari beberapa daerah,” ujarnya.
Muslim mengakhiri pidatonya dengan mengatakan: “Kita juga perlu melatih sumber daya manusia di wilayah ini karena ada banyak kekejaman di balik pemerasan.”
——
Artikel ini dimuat di detikJabar. Tonton video “KPK tahan 15 tersangka kasus ekspor, salah satunya Karutan” (wsw/wsw)