Jakarta –
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkė) berencana memberlakukan tarif cukai pada produk plastik. Tujuannya untuk mengendalikan penggunaannya karena berdampak negatif terhadap lingkungan.
Iyan Rubiyanto, Direktur Fasilitas Teknis dan Cukai DJBC Kementerian Keuangan, mengatakan ada empat jenis produk plastik yang akan dikenakan cukai, yakni kantong plastik, kemasan plastik berlapis, busa polistiren, dan sedotan plastik.
“Produk-produk itu kita targetkan ke depan kalau (plastik) kena cukai,” kata Iyan pada kuliah umum PKN STAN “Penjajakan Potensi Cukai” pada Rabu (24/07/2024).
Di sisi lain, DJBC akan mengidentifikasi sejumlah produk plastik yang dibebaskan cukai, yaitu yang termasuk dalam kategori pengangkutan terus-menerus/terus menerus, yang diekspor, ditempatkan di pabrik, dan dimusnahkan sebelum keluar dari pabrik. .
Selain itu, produk plastik bebas bea digunakan untuk penelitian/pengembangan, perwakilan/ahli asing, bagasi penumpang, lintas batas dan pengiriman lintas batas tertentu, serta tujuan sosial.
Penerapan tarif cukai plastik akan ditujukan kepada produsen dalam negeri dan importir luar negeri. Untuk tarifnya, Ijan mengatakan akan ditentukan per kilonya.
“Tarif cukainya khusus kilogram, pabrik dan pelabuhan impor bayar, kami menawarkan cara pembayaran yang lebih sederhana yaitu dengan pembayaran dan bukan dengan bankir,” jelasnya.
Asal tahu saja, komposisi sampah plastik yang semakin meningkat menimbulkan beban ekonomi yang sangat besar, baik dari segi paparan maupun pengelolaannya. Hal inilah yang melatarbelakangi rencana Pemerintah menerapkan tarif cukai pada produk plastik.
Dalam pemaparan Iyan, Indonesia menduduki peringkat ke-5 dari 195 negara penghasil sampah plastik, setelah AS, India, China, dan Brazil. Selain itu, Indonesia juga menempati peringkat ke-5 dari 138 negara di dunia penghasil sampah plastik ke laut setelah Filipina, India, Malaysia, dan China.
Komposisi sampah plastik di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Pangsa sampah plastik meningkat dari 17,11% pada tahun 2020 menjadi 17,13% pada tahun 2021. dan kembali menjadi 18,2% pada tahun 2022.
“Sangat sulit sekali penanganannya dan sepertinya kita harus mengelola plastik ini dengan baik. Ini yang harus kita waspadai dalam hal cukai,” jelas Iyan.
Sayangnya, saat ini belum jelas kapan tarif cukai akan diterapkan pada produk plastik. “Kita tunggu saja kondisi masyarakat dan perekonomian. Jangan pakai cukai ini lalu hentikan atau kurangi perekonomian atau industrinya,” tutupnya.
Saksikan juga video “Airlangga minta Bea dan Cukai-JICT bekerja 24 jam untuk membersihkan tumpukan kontainer”:
(bantuan/das)