Jakarta –

Eropa telah memperketat akses terhadap banyak komoditas dengan mengeluarkan peraturan bebas deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Salah satu produk yang terkena dampak adalah karet.

Indonesia merupakan produsen karet terbesar di dunia. Badan Usaha Milik Negara seperti BUMN, PT Perkebunan Nusantara IV; Anak perusahaan induk Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) juga terlibat dalam bisnis ini.

Meski begitu, EUDR tidak membuat perusahaan jera. Nyatanya, Pada tanggal 9 Juli, perusahaan tersebut mengirimkan karet alam berkelanjutan pertamanya, yang telah melalui proses uji tuntas sesuai dengan peraturan nol deforestasi Uni Eropa. Karet Standar Indonesia Rubber (SIR) yang diproduksi PTPN Group menjadi bahan baku berbagai produk seperti ban yang diekspor ke Uni Eropa.

Sebelumnya produk karet alam PTPN Group telah ISO 9001:2015; ISO 14001:2015; Berbagai sertifikasi seperti RubberWay dan EcoVadis telah diraih. Hal ini menunjukkan bahwa PTPN Group telah menerapkan praktik budidaya karet alam yang berkelanjutan. Sistem manajemen perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social and Governance), memberikan kemudahan bagi Grup PTPN untuk memenuhi standar uji tuntas EUDR untuk produk karet.

EUDR akan diterapkan pada bulan Januari 2025 untuk perusahaan besar dan pertengahan tahun 2025 untuk produk petani kecil. Untuk barang karet, Peraturan ini berdampak pada 11 juta hektar perkebunan karet di seluruh dunia. Hal ini wajar karena Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand.

Bagi perusahaan besar seperti PTPN Group, Proses uji tuntas EUDR bukanlah masalah besar. Perkebunan karet PTPN telah berkali-kali disertifikasi oleh berbagai pihak dan sistem penelusuran terintegrasi telah diterapkan dalam program e-Farming. “Produk karet kami berasal dari perkebunan sendiri, sehingga bisa ditelusuri, hal ini menjadi keunggulan tersendiri bagi PTPN,” kata Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara Dwi Sutoro dalam keterangan resminya, Minggu (14/7/2024).

Produksi karet alam PTPN Group memenuhi standar internasional. PTPN Group sendiri mampu memproduksi karet alam sebanyak 153 ribu ton per tahun, dimana 41 ribu ton diantaranya diproduksi di Sumut dan sisanya diproduksi di daerah lain. Saat ini, kontrak penjualan karet alam Grup PTPN harus melampaui pemenuhan EUDR sebesar 5,3 ribu ton, dan berpotensi meningkat hingga batas tertentu.

Dwi Sutoro mengatakan karet alam PTPN dibeli langsung dari Uni Eropa oleh produsen ban terkemuka dunia, termasuk produsen lokal Michelin dan Gaja Tungal yang mengekspor produknya ke Uni Eropa. “Sekitar 70% produksi karet alam dunia dikonsumsi oleh industri ban. Oleh karena itu, PTPN Group bersama banyak produsen ban mulai menerapkan regulasi uji tuntas EUDR untuk barang karet di pasar Eropa,” ujarnya.

Ia menilai komitmen pemenuhan EUDR merupakan langkah maju yang besar dan menunjukkan komitmen perusahaan dalam menerapkan praktik hortikultura berkelanjutan. “Salah satu komitmen kami adalah terus menerapkan praktik pertanian komoditas berkelanjutan. Saya dapat meyakinkan Anda bahwa perkebunan yang dikelola PTPN Group memenuhi standar keberlanjutan global,” kata Dwi Sutoro. “Pada saat yang sama, PTPN Group juga bekerja sama dengan petani dan komunitas petani untuk menerapkan standar yang sama.”

Namun, semua pihak perlu mencermati kritik yang muncul terkait tantangan penerapan aturan ini. Memastikan kepatuhan di seluruh rantai pasokan yang kompleks dan luas memerlukan sistem pemantauan yang canggih dan biaya yang tinggi. Beberapa pihak masih ragu apakah mekanisme verifikasi yang ada saat ini efektif untuk memastikan karet yang diekspor ke Uni Eropa benar-benar bebas dari deforestasi.

Oleh karena itu, Kementerian Koordinator Nasional telah mengoordinasikan berbagai pihak untuk membangun sistem nasional untuk memverifikasi kawasan budidaya karet dan komoditas strategis lainnya serta membuktikan bahwa budidaya di suatu kawasan sah. Ia juga memiliki sistem penelusuran dari rantai pasok hulu hingga hilir, bukan di kawasan hutan pemerintah Indonesia. Upaya diplomasi untuk mencapai pemahaman bersama mengenai peraturan, serta peningkatan penerimaan terhadap upaya pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah ini, merupakan fokus utama kita semua.

“Selanjutnya, kami akan terus mendorong kerja sama regional untuk mengatasi tantangan implementasi EUDR. Penting untuk dicatat bahwa lebih dari 75 persen karet alam global diproduksi di Asia Tenggara, dan Indonesia merupakan produsen terbesar kedua di Asia Tenggara. Setelah Thailand, di dunia,” kata Dwi Sutoro.

Sejak tahun 2001, Indonesia, negara produsen karet alam terkemuka di dunia, Thailand dan Malaysia membentuk Dewan Karet Tripartit Internasional (ITRC). Indonesia mengajak negara-negara anggota ITRC lainnya untuk mengembangkan kemitraan guna melindungi petani karet dan mengatasi berbagai permasalahan karet. (Das/Das)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *