Jakarta –
Bagi anak penderita anemia atau kekurangan zat besi, pemicunya bukan hanya makanan enak, tapi juga asupan serat tinggi dan melewatkan sarapan. Menurut Lovely Daisy, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, banyak daerah di Nusa Tenggara Timur yang masih menghadapi masalah kerawanan pangan.
Banyak keluarga yang ekonominya lemah kesulitan menyediakan makanan yang baik untuk anak-anak mereka. “Mungkin mereka makannya tidak sampai tiga kali sehari, tapi sehari hanya sekali,” kata Dezi kepada Ditikcom di gedung Kementerian Kesehatan RI, Selasa (21/1/2025).
Apalagi pada siang hari, kualitas makanan yang disantap di sekolah tidak terjamin. “Kita lihat konsumsinya seperti apa di sekolah, kadang kualitas gizinya rendah bahkan di sekolah yang tidak seimbang. Berdasarkan perekonomian keluarga, kami menemukan lebih dari 70 persen kasus anemia di salah satu sekolah di NTT,” ujarnya. . . .
Anemia juga banyak terjadi di Diki Jakarta. Banyak anak-anak di Dickey yang makan makanan cepat saji dan kebutuhan zat besinya tidak terpenuhi, katanya.
Meski pertumbuhan tinggi badan anak normal, namun zat gizi mikronya belum terpenuhi dengan baik. Hal ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat luas.
“Pada pemeriksaan remaja putri kelas 7 dan 10, kalau DKI persis 40 persen itu terlalu tinggi, pola konsumsi anak kurang benar, kebanyakan siap makan, tidak ada buah-buahan. dia menekankan.
“Mikronutrien itu tidak lengkap, mikronutrien itu vitamin, mineral, vitamin A, B, C, D, mineral. Salah satunya zat besi, asam folat sangat penting, kekurangan ini menyebabkan anemia pada anak,” ujarnya.
Skrining anemia pada anak baru dilakukan tahun lalu dan cakupannya sudah mencapai lebih dari 50 persen. Tujuan ke depan bisa mencapai 100%. Simak Video “Video: Seblak Disebut Sebabkan Anemia di Karawang, Benarkah?” (Naf/Lay)