Jakarta –
Kejaksaan Tinggi (SAA) menyatakan keprihatinannya atas laporan bahwa auditor SAA meminta uang kepada Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mendapatkan opini non-profesional (WTP). Hal itu terungkap dalam persidangan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Inasin Limpo (SYL).
Dalam keterangan resminya, BPK menyatakan hal itu bertujuan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai inti BPK yaitu independensi, integritas, dan profesionalisme dalam segala tindakannya. Jika ada situasi yang melanggar integritas, dikatakan dilakukan oleh individu yang melanggar standar moral.
“Pemenuhan kewajiban pengendalian BPC didasarkan pada standar dan pedoman audit, serta dilakukan peninjauan mutu (QA dan QA). Apabila terdapat pelanggaran integritas akan dilakukan secara individu melalui sistem etika,” kata BPC. , Jumat (10/5/2024).
BPK menyatakan akan menghormati persidangan dan menjaga asas praduga tak bersalah dalam kasus ini.
“BPK mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan tidak memberikan toleransi terhadap tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, etika, standar, dan pedoman pengawasan,” ujarnya.
Saat ini BPK telah membentuk sistem untuk mengurangi risiko ketidakpatuhan terhadap Kode Etik BPK dan memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar Kode Etik BPK. kode etik, melalui Dewan Kehormatan Kode Etik IPC.
Auditor BPK sebelumnya dikabarkan direkrut untuk memperoleh predikat WTP dari Kementerian Pertanian era SYL. Permintaan auditor BPK ke SYL pun tak main-main, nilainya mencapai puluhan miliar.
Hal itu terungkap saat Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Dirjen PSP) Kementerian Pertanian hadir sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin (8/5). Terdakwa SYL dihadirkan sebagai saksi oleh mendiang Sekretaris Utama Kementerian Pertanian Kasdi dan mendiang Direktur Kementerian Pertanian M Hatta.
SYL dituduh mencuri dan mengambil uang sejumlah Rp 44,5 miliar. Dia diadili secara terpisah bersama dua mantan ajudannya, Kasdi dan M Hatta.
Soal perjanjian WTP, JPU KPK Mayer Simanjuntak pertama kali menanyakan soal tes yang dilakukan di Kementerian Pertanian KPK. Hermanto mengatakan, ada dua auditor BPK yang telah mengaudit WTP.
“Jadi bagaimana kronologinya, karena sudah terjadi, itulah yang terjadi. Apa yang akhirnya dipikirkan BPK? Setahu saksi itu WTP atau WDP?” tanya jaksa KPK.
“WTP. Setahu saya WTP ya,” jawab Hermanto.
Jaksa kemudian menanyakan apakah nama pemeriksa BPK yang melakukan pemeriksaan adalah Victor dan Haerul Saleh. Hermanto pun mengaku mengenal seorang auditor bernama Víctor.
“Sebelum kejadian WTP, saksi Haerul Salehi mengetahui ada Victor. Siapa orang-orang itu?” tanya jaksa.
“Saya tahu. Pak Victor itu auditor yang mengaudit kami (Kementerian Pertanian),” kata Hermanto.
“Seluruh Kementan atau Ditjen PSP saja?” tanya jaksa.
“Seluruh Kementerian Pertanian,” jawab Hermanto.
“Dan Haerul Saleh?” tanya jaksa.
“Ketua AKN IV (Kepala Pemeriksa Keuangan Negara IV),” jawab Hermanto.
“BPK itu anggota AKN IV, berarti Viktor yang jadi bosnya?” tanya jaksa.
“Iya pimpinan,” jawab Hermanto.
Jaksa masih mendalami penyidikan BPC. Hermanto mengatakan, ada temuan dalam uji BPK.
“Terus ada kronologinya dengan Pak Haerul, saksi yang sama saat itu, Pak Victor, bagaimana penjelasan kronologinya?” tanya jaksa.
Konsekuensi dari PCB adalah terkait dengan aset pangan, kata Hermanto.
Jaksa kemudian mendalami apakah ada permintaan BPC atas hasil tersebut dari Kementerian Pertanian. Hermanto mengatakan, auditor BPK meminta SYL mengajukan tuntutan sebesar $12 miliar.
“Ada apa? Apakah Kementan harus mengajukan petisi atau semacamnya untuk dijadikan IPAL?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Hermanto. (tanah liat/tanah liat)