Jakarta –
Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) prihatin dengan tindakan pendaki yang buang air besar di sumber mata air saat berada di gunung. APGi meminta para pendaki memahami etika pendakian sekaligus lebih sering memberikan edukasi kepada para pendaki.
Jejak kaki pendaki yang buang air besar di mata air Alun-Alun Suryakenkana Gunung Gede Pangarango menjadi perbincangan hangat. Video tersebut memperlihatkan banyak kotoran di mata air dekat puncak Gunung Gede.
Selain itu, Surya terlihat dalam video mencuci kaleng makanan untuk pendaki di Mata Air Kenkana.
Dasirun, Ketua Pengurus Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) Provinsi Jawa Tengah, mengatakan kedua kegiatan tersebut haram bagi pendaki. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa perilaku tersebut masih sering dilakukan oleh para pendaki di Indonesia.
“Banyak sekali. Di negara lain harus dibawa pulang (fesesnya), dilunakkan lalu dibawa pulang. Kalau di Indonesia, tidak terlalu ekstrim, tapi menurut saya itu pekerjaan rumah bagi pengelola gunung. Sehat-sehat saja.” dilengkapi. , ”kata Dasirun saat dihubungi detikTravel, Selasa (23/4/2024).
Bahkan, menurutnya, pengelola gunung kerap kali menyarankan atau melarang hal-hal yang tidak boleh dilakukan selama pendakian, termasuk evakuasi, membuang sampah sembarangan, dan lain-lain.
“Biasanya akan ada pengarahan dari pengelola tentang apa yang tidak boleh, apa yang tidak boleh, terutama sampah, sesuai dengan area toilet yang ditentukan, lalu check-in dan check-out. Lalu peralatan apa saja yang dibawa boleh, apa saja yang boleh. Boleh dan apa yang tidak, biasanya bisa dijelaskan oleh manajemen,” ujarnya.
Namun, manajer gunung sering kali mengalami keterbatasan konsistensi dalam penyampaiannya. Pasalnya pengelola harus berhadapan dengan puluhan bahkan ratusan pendaki setiap harinya.
Belum lagi pendakian mempunyai banyak aturan dan terkadang setiap gunung mempunyai kearifan lokalnya masing-masing. Sebagai contoh, ia menyebut sebuah gunung yang melarang pendakian dengan jaket kuning.
Oleh karena itu, Dasirun mengimbau perlunya pengemasan etika dan aturan dalam pendakian gunung yang baik dan efektif. Hal ini dapat dicapai melalui video serta pengembangan dan dukungan online.
“Maksudnya ada yang online, ada yang offline karena (misalnya) ada beberapa gunung yang tidak boleh pakai jaket kuning, jadi online. Kalau menurut saya, lebih efektif daripada mengulang-ulangi sesuatu, jadi harus ada. . Pengarahan video, “sarannya.
“Jadi misalnya kalau masuk, ada ruangan atau tempat yang diputar videonya 5-10 menit, lalu kalau ada pernyataan kepatuhan, tanya jawab. Misalnya kalau pembekalan diulangi. Oleh masyarakat, ini juga memalukan, misalnya melayani ratusan pendaki, tapi kalau mahal akan diprioritaskan,” ujarnya.
Dia mengatakan seruan untuk menggunakan video itu tidak dilaksanakan. Bahkan bermanfaat dalam menyampaikan informasi secara lengkap dan konsisten kepada seluruh pendaki.
“Apalagi konsistensi, kadang kita kurang konsisten. Jadi kita bisa pakai video untuk menjaga konsistensi. Konsistensi itu sulit dijaga karena aturannya banyak dan beragam, kearifan lokal kita banyak,” ujarnya. Simak video “Momen Evakuasi 13 Orang Hilang di Gunung Gede Pangarango” (wk/fem)