Denpasar –
Bali diyakini telah menjual izin membangun hotel setelah ada investor yang menebang tebing untuk membangun akomodasi. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali buka suara. Mungkin pemerintah tidak suka kalau disebut jualan. Tapi, pemerintah tergantung. Begitulah pemimpinnya. Misalnya. dengan banyaknya akomodasi, namun tidak mau membatasi izinnya,” Direktur Eksekutif Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, IB Purwa Sideman, S.Ag., M.Si, saat berbincang dengan detikTravel, Selasa (11). /6/2024). “Jadi mungkin itu yang kita dan banyak rekan-rekan sivitas akademika di kampus perhatikan, (Izin Mendirikan Hotel) memang terkesan dijual,” tegasnya. Purwa mengatakan, sejauh ini belum ada grand design dan statistik akurat kebutuhan kamar hotel di Bali untuk memenuhi permintaan wisatawan. Oleh karena itu, izin pembangunan hotel tetap diberikan kepada semua orang, berapapun batasannya. “Pertanyaannya kenapa masih ada hotel yang dibangun? Karena tidak ada statistik khusus apakah bisa dibangun atau tidak. Jadi tidak ada statistik yang menunjukkan berapa banyak hotel yang dibutuhkan Bali. Itu,” kata Purva. “Belum ada desain besar yang mengatakan Bali cukup, berapa kamar dan berapa hotel. Kami juga ingin mendengar pernyataan pemerintah tentang pencabutan izin hotel karena jumlah hotel sudah habis, itu yang kami tunggu,” tambah Purva. .
Menurut Purwa, jika keadaan ini terus berlanjut, maka sulit bermimpi mengembangkan pariwisata berkualitas di Pulau Dewata. Momen Covid-19 seharusnya menjadi titik balik bagi Bali untuk menyaring wisatawan dan meningkatkan akomodasi di Bali dengan harga yang lebih baik. “Kita yang berkecimpung di dunia pariwisata tentu saja berbicara tentang pariwisata yang berkualitas. Itu sulit dilakukan sekarang. Bahkan momen Covid-19 menyaring jumlah wisatawan, untuk meningkatkan dan menjual akomodasi di Bali. .bagus harga, itu tidak terjadi, jadi masalahnya sangat rumit,” kata Parva.
Dari data yang disimpan PHRI Bali, saat ini terdapat lebih dari 3.500 hotel di Pulau Dewata dengan kapasitas kamar 146.000 kamar. Okupansi hotel di Bali tidak akan pernah mencapai persentase ideal pada tahun 2010 hingga 2024.
Ia mengatakan, dalam 14 tahun terakhir rata-rata okupansi hotel hanya berkisar antara 60% hingga 62%. Selain itu, rata-rata tingkat okupansi hotel idealnya berada di angka 70% hingga 75%. Dengan tingkat okupansi tersebut, hotel mampu menjalankan operasionalnya dengan baik.
Permasalahan lainnya adalah pembangunan hotel yang terpotong-potong. Banyak hotel di Bali yang melakukan lebih dari sekadar memotong batu untuk mendapatkan pemandangan spektakuler, namun pembangunan di Pekatu ditandai karena dianggap berbahaya bagi lingkungan. Kontraktor harus menunjukkan bukti telah mendapat izin dari Pemerintah Daerah Bali untuk pembangunan hotel tersebut.
Izin tersebut dinilai terlalu mudah oleh banyak pakar pariwisata, salah satunya adalah seorang profesor. Dr. I Putu Anom, M.Par yang juga Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana. Ia mengatakan, pemerintah memiliki aturan ketat dalam hal ini, terutama terkait perencanaan khusus.
“Pemerintah tidak bisa menjual izin pembangunan hotel. Harus ada pengaturan udara yang ketat dan penggunaan lahan yang bersih. Jangan menjual izin tanpa memperhatikan lingkungan hidup Bali,” kata Anum Saksikan video “Serunya Main Seluncur Pelangi di Bali”. Tengah Hutan Kantamani” (fem/fem)