Batavia –
Di tengah El Nino yang memperparah kekeringan di berbagai daerah, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi kelangkaan berupa kelangkaan harga beras. Pada November 2024 harga beras turun 0,45% dengan deflasi 0,02%.
Penurunan tersebut terjadi di 26 provinsi, dengan penurunan tertinggi terjadi di Gunung Papua sebesar 4,64%. Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan anjloknya harga terjadi di beberapa sentra produksi tanaman.
“Harga penerbitan Gabah Kering (GKP) dan Gabah Kering (GKG) termasuk beras kualitas sedang dan tinggi mengalami penurunan,” kata Amalia dalam catatannya, Selasa (3/12/2024).
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa panen di banyak tempat seperti Bali dan Jambi menunjukkan kontribusinya.
“Di Bali, Tabanan meningkatkan hasil panen padi jika disimpan di penggilingan Jambi,” jelasnya.
Penurunan harga beras mulai dari panen gandum, gandum giling, beras medium, dan beras premium menyebabkan penurunan harga beras.
Dampaknya, harga output biji kering mengalami penurunan sebesar 1,86% secara bulanan (month-on-month) dan 6,18% secara tahunan (year-on-year). Sedangkan gabah kering giling mengalami penurunan sebesar 1,84% per bulan dan 8% per tahun.
Kemudian rata-rata harga beras giling turun sebesar 1,23% per bulan dan 3,79% per tahun pada November 2024.
“Di wilayah, penurunan harga GKP paling dalam terjadi di Bali dan Jambi. Di Bali stoknya meningkat karena sudah panen di Tabanan, di Jambi gabah di gilingan banyak,” ujarnya.
Kenaikan harga beras ini merupakan suatu keadaan yang unik mengingat harga beras cenderung meningkat pada saat musim kemarau. Namun pada tahun ini Kementerian Pertanian (Kementan) dalam menjaga stabilitas tanaman, menanam dan meningkatkan serta menggunakan program teknologi dan mekanisasi.
Kepala Departemen Komunikasi dan Informatika Kementerian Pertanian Moch. Arief Cahyono mengatakan Kementerian Pertanian akan terus berupaya memperkuat produksi pangan.
“Kami menyiapkan benih, pupuk, dan sumber daya lainnya untuk produksi jangka panjang,” ujarnya.
Pada tahun 2024, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman akan memperkuat pemberian dukungan di lapangan dan perbaikan lahan rawa. Melalui pemompaan, sawah tadah hujan yang sebelumnya tidak pernah ditanami, dapat tumbuh dua atau tiga kali panen per tahun. Pada saat yang sama, melalui rotasi, pemerintah meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian dengan merancang sistem air dan lahan basah.
“Program pemompaan mencakup lebih dari 1,1 juta ha lahan tadah hujan sehingga dampaknya terhadap produksi sangat besar,” kata Arief.
Menurut Arief, hal ini menunjukkan meski menghadapi tantangan cuaca ekstrem, rencana Amran berhasil menjaga ketahanan pangan di Indonesia.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto menyebut produksi pangan Indonesia semakin meningkat. Padahal, cadangan beras Indonesia merupakan yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Prabowo juga berharap Indonesia bisa mencapai swasembada pangan pada tahun 2025.
“Saya kira gudang bawah tanah kita punya 2 juta ton dan itu sangat besar. Saya yakin tahun 2025 kita tidak akan impor lagi. Padahal, stok kita cukup. Ini kabar baik dan ini karena ada lapangan kerja. Monyet kita; ” Dia menjelaskan.
Mendukung pernyataan Presiden tersebut, Menteri Pangan dan Perencanaan Zulkifli Hasan mengatakan stok beras nasional akan mencapai 8 juta ton pada akhir tahun ini.
Beras di negara kita cukup, 2 juta ton di Bulog dan 6 juta ton lebih di perakitan, kata Zulkifli.
Tonton video “Video: Prabowo berharap Indonesia berhenti impor beras pada tahun 2025” (anl/ega)