Jakarta –

Masalah kependudukan kini menjadi masalah besar bagi Jepang. Rendahnya angka pernikahan dan keinginan anak muda untuk memiliki anak menjadi salah satu penyebab situasi di Tanah Air.

Profesor Tomoya Mori dari Universitas Kyoto menggambarkan situasi masyarakat Jepang pada tahun 2120, dimana dalam kasus terburuk, populasi diperkirakan akan berkurang 1/3 dari saat ini. Hal ini dilakukan dengan menggunakan metode statistik berdasarkan data dari 50 tahun terakhir dan menggabungkan faktor-faktor seperti penurunan populasi, urbanisasi dan perubahan biaya transportasi dan komunikasi.

Tomoya mengatakan pada tahun 2020, Jepang akan memiliki 83 kota dengan sedikitnya 100.000 jiwa dan 21 kota dengan sedikitnya 500.000 jiwa pada tahun 2120, dalam kondisi kesuburan sedang, jumlah kota dengan sedikitnya 100.000 dan 500.000 jiwa. Dikurangi masing-masing menjadi 49 dan 11 kota, dan akan terdistribusi dengan baik.

Parahnya, ketika angka kelahiran paling tinggi, jumlah kota hanya 42 untuk kota berpenduduk 100 ribu jiwa dan 6 untuk kota berpenduduk 500 ribu jiwa. Singkatnya, separuh masyarakat Jepang akan menghadapi ‘pemusnahan’ di abad mendatang.

“Penurunan tersebut akan memberikan dampak yang sama buruknya atau lebih buruk dari pemanasan global. Karena spesialisasi saya adalah ekonomi perkotaan, tujuan saya adalah menunjukkan dampak langsung penurunan populasi terhadap harapan. Untuk menyadarkan masyarakat,” kata Tomoya, dikutip dari Japan Times . , Senin (20/5/2024).

Tanda-tanda penuaan dan penyusutan populasi terlihat jelas di pedesaan Jepang. Salah satunya terjadi di Kota Nanmoku, Prefektur Gunma, yang 67,5 persen penduduknya berusia 65 tahun ke atas.

Berita: 9 juta rumah di Jepang kosong dan terbengkalai

(AVC/SOC)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *