Jakarta –
Meskipun anggaran ketahanan pangan meningkat, produksi di sektor pertanian mengalami penurunan. Abra Talatov, Kepala Pusat Pangan, Energi dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, mengatakan dalam dua tahun terakhir, anggaran ketahanan pangan telah melampaui Rp 100 triliun.
Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2022 alokasi anggaran untuk ketahanan pangan mencapai Rp 88,8 triliun. Pada tahun 2024, anggarannya meningkat menjadi Rp 114,3 triliun. Anggaran secara keseluruhan meliputi alokasi belanja pemerintah pusat (BPP) dan belanja transfer ke daerah (TKD).
“Nilai anggaran ketahanan pangan sangat besar. Misalnya dua tahun terakhir anggaran ketahanan pangan mencapai lebih dari Rp100 triliun. Anggaran tahun ini Rp114,3 triliun. Mengapa anggaran yang lebih besar belum tercapai? Sebanyak itu?” “Didedikasikan untuk produksi sektor pertanian yang bisa kita saksikan bersama,” kata Abra dalam program “Mempromosikan Ketahanan Pangan dan Memberantas Kemiskinan: Pekerjaan Rumah Pemerintahan Gebran Prabowo” yang ditayangkan di Zoom, Minggu (22/9/2021). ) ditularkan oleh 2024).
Abra mengatakan sebagian besar anggaran digunakan untuk pembangunan irigasi dan bendungan, serta peningkatan dukungan melalui TKD. Ia juga mengatakan anggaran pupuk bersubsidi terus meningkat. Namun hal tersebut belum mampu meningkatkan produktivitas di sektor pertanian.
“Oleh karena itu, banyak proyek pembangunan infrastruktur fisik yang telah dibangun pemerintah, baik itu irigasi, bendungan, atau bahkan anggaran dan alokasi subsidi pupuk terus meningkat, namun masih belum mampu meningkatkan pertanian.” “Produktivitas di Indonesia,” imbuhnya.
Ia mengatakan tidak ada peningkatan produktivitas akibat efek fenomena El Nino. Saat terjadi periode El Nino, luas areal persawahan di Indonesia semakin berkurang. Secara keseluruhan, pengurangan luas lahan pertanian sebesar 30,8% atau 4,2 juta hektar. Oleh karena itu, pemerintah meningkatkan besaran kuota impor.
“Saat terjadi El Nino, rata-rata luas sawah kita berkurang total 30,8% atau 4,2 juta hektar, yang turut menurunkan volume produksi padi kita dalam dua tahun terakhir. ” jelasnya.
Hal ini menyebabkan gangguan harga pangan yang berlanjut di 25 negara bagian. Meski tren inflasi menurun, namun inflasi pangan diyakini masih tinggi. Menurut dia, persoalan inflasi pangan tidak bisa dianggap remeh karena berkaitan dengan daya beli masyarakat. Ia mengatakan, pemerintah harus bisa mengendalikan laju inflasi yang terus berfluktuasi.
“Walaupun inflasi di Indonesia secara umum terlihat turun, namun dalam dua tahun terakhir masih sangat tinggi. Kalau kita lihat sebarannya per provinsi, ada 25 provinsi yang masih mengalami inflasi pangan,” ujarnya masalah ini, jelasnya, “Meski inflasi secara umum rendah, pemerintah juga harus terus mengendalikan laju inflasi kelompok pangan.”
(kuku/kuku)