Jakarta –
Kementerian Perdagangan terus -menerus berusaha untuk mengurangi harga minyak. Sejak saat ini harga minyak rata -rata di berbagai daerah telah dihargai Rp 17.000/liter. Meskipun RO 15.700/liter adalah harga tertinggi ritel (topi) di tingkat konsumen.
Menteri Komunitas (Mendag) Budi Santoso mengatakan upaya itu dengan melakukan operasi pemantauan untuk saham minyak di banyak daerah. Terutama untuk area “merah” atau dengan harga tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Area Merah Banten, Aceh, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Pada hari Jumat (1/24), ia dan Satuan Tugas Makanan mengambil langkah -langkah untuk menyegel terhadap distributor buruk yang menjual minyak lebih tinggi dari topi di daerah Tangerang, celana. Sealing dibuat di gudang yang dimiliki oleh Pt Navyta Nabati Indonesia (Pt NNI). Ini adalah penyebab harga minyak naik.
“Ya, ini salah satunya. Kami mulai dengan sebuah hampa. Sampai Ramadhan kami tidak akan berhenti berlari, mengelola sirkulasi minyak. Karena olok -olok adalah harga tinggi,” kata Budi.
“Setelah itu kami segera meninjaunya di Kalimantan Barat, NTT dan daerah Timur lainnya,” tambahnya.
Budi mengatakan ada 7.800 botol minyak dan 275 kotak minyak dari gudang pembuatan minyak dan produksi minyak. Dalam 1 kotak berisi 12 kemasan 1 liter minyak.
Penyegel ini karena sertifikat produk untuk menggunakan tanda -tanda standar nasional (SPPSNI) Indonesia untuk minyak Pt NNI berakhir, tetapi perusahaan akan terus bekerja untuk melanggar undang -undang dan peraturan yang tepat.
Kemudian, PT NNI tidak memiliki lisensi distribusi dari Badan Pengawas Makanan dan Obat (BPOM) untuk minyak tetapi masih menghasilkan minyak. Selain itu, tidak memiliki distribusi Standar Lapangan Bisnis 2020 Indonesia (KBLI) mengenai kegiatan pengemasan sebagai wajib yang diperlukan untuk menginstal ulang minyak goreng.
“Selain itu, penempatan surat rekomendasi untuk lisensi distribusi tampaknya telah menerbitkan Kementerian Perdagangan,” katanya.
Selain itu, Budi mengatakan PT NNI juga menghasilkan minyak menggunakan minyak goreng selain DMO. Selain itu, dalam proses pembuatan, distribusi dikatakan tidak konsisten dengan ukuran yang ditentukan dalam paket kurang dari 1 liter.
PT NNI juga menawarkan harga minyak kepada pedagang ritel dengan topi. Di mana topi di level D2 harus menjadi RP 14.500/liter untuk dijual kepada pengusaha ritel. Namun, PT NNI menjual harga minyak kepada pengusaha ritel RP.
“Meskipun topi konsumen adalah Rp. 15.700/liter, harganya akan naik untuk area olok -olok,” katanya.
Selain operasi, itu juga akan mengawasi penjualan bundel minyak yang dibuat oleh saham. Ketika produk lain perlu dibeli dari saham ke pedagang ritel ke penjualan bersama dengan Bondling ini.
“Kami melakukan pemantauan dan pada kenyataannya tidak lama sebelumnya. Jadi kami masih menonton, tapi itu benar -benar hilang. Kemarin itu dulu di tempat mana, tetapi kami bertindak tegas,” katanya.
Di sisi lain, Budi akan mengambil langkah -langkah stabil terhadap distributor yang buruk dan tidak mematuhi kebijakan yang tepat yang terkait dengan distribusi minyak akan menjadi ancaman kriminal dan mencapai miliaran hingga miliaran.
Di mana saham yang tidak mematuhi peraturan akan dikenakan hukuman yang diatur dalam Pasal No. 7 2014 Tentang Perdagangan, Sinterness Standar Nasional Indonesia dengan Penjara 5 tahun dan didenda 5 miliar RP.
Tidak hanya itu, bisnis yang tidak mematuhi ketentuan harga minyak dapat dikenakan penalti dan denda dalam bentuk penjara maksimum 5 tahun atau denda maksimum RP2 miliar. Ketentuan ini mengacu pada Pasal 62 paragraf (1) No. Hukum No. 8 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
“Jadi ini bisa menjadi subjek artikel berlapis dan dengan demikian aturannya jelas. Jadi jika kita kemudian mengingatkan Anda terlebih dahulu, jika, misalnya, kami masih melakukan pelanggaran ini, kami dapat bertindak seperti yang dinyatakan,” katanya. (ed/eds)