Yogyakarta –
Tahukah traveler kalau mengunjungi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah sesuatu yang istimewa? Semua pengunjung yang datang diperlakukan sebagai tamu kerajaan dan didampingi oleh para abdi dalem sebagai pemandu.
Bagi traveller yang belum tahu, Jogja Palace dibuka untuk umum di kawasan Kagungan Dalem kompleks Kedhaton, tepatnya di Museum Keraton Yogyakarta atau Museum Kedhaton. Harga tiket mulai dari Rp15.000 untuk wisatawan lokal dan Rp20.000 untuk wisatawan asing. Buka pada hari Selasa hingga Minggu, pukul 08:00-14:00 WIB.
Berwisata ke keraton tidak akan lengkap jika kita tidak memperhatikan sejarah mulai dari dibangunnya keraton hingga saat ini pada masa Sultan ke-10. Tenang saja, traveler akan dipandu oleh para abdi dalem yang siap menambah pengetahuannya tentang budaya Jogja.
Mereka juga siap membantu wisatawan yang ingin berfoto. Di akhir kunjungan, abdi dalem tidak akan mematok bayaran atas pekerjaannya, namun akan memberikan sejumlah nominal berdasarkan apa yang dapat diterima musafir dari abdi dalem.
“Pemandu di keraton ada 57 orang, jadi seluruh tamu akan didampingi petugas abdi dalem,” kata Prabakusnawan, punggawa sekaligus pemandu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Museum Kedhaton.
Terlihat para abdi dalem tak segan-segan memandu wisatawan asing sekalipun. Prabakusnawan mengatakan, banyak petugas pemandu Istana yang mahir berbahasa asing seperti Inggris, Spanyol, Prancis, Jerman, dan Belanda. Oleh karena itu, mematahkan stigma yang menganggap punggawa sebagai orang tua yang tidak berpendidikan.
Abdi Dalem sebenarnya adalah seorang pegawai negeri sipil yang tugasnya menjalankan aktivitas semua organisasi yang didirikan Sultan. Mereka juga berperan sebagai abdi kebudayaan yang memberikan contoh bagi masyarakat luas.
Melalui pantauan detikTravel saat berkunjung ke keraton beberapa waktu lalu, ditemukan bahwa para abdi dalem memiliki ciri khas yang membedakannya dengan masyarakat biasa. Salah satunya, baju bekas.
Mereka mengenakan pakaian adat Jawa yang disebut Peranakan, dari kata “diper-anak-kan” yang artinya seperti saudara seibu. Dengan demikian, pakaian seluruh abdi dalem sama saja sebagai simbol kesetaraan.
Selain itu, para abdi dalem tidak memakai sepatu saat menjalankan tugasnya sebagai pemandu wisata.
“Yah, kita hanya perlu lebih menunjukkan rasa hormat ketika masuk ke istana kerajaan, kita harus terbuka,” kata Prabakusnawan.
Abdi Dalem terbagi menjadi dua kelompok besar, Punakawan dan Kaprajan. Punakawan dari kalangan rakyat jelata, sedangkan Kaprajan dari kalangan TNI, Polri, dan PNS yang bertugas di Istana.
Abdi Dalem Punakawan bertanggung jawab atas operasional keraton sehari-hari, termasuk menjadi pemandu keraton.
Prabukusnawan mengabdi selama 34 tahun. Dia berusia 26 tahun saat pertama kali bertugas di istana. Menjadi seorang punggawa belum tentu untuk mendapatkan kehormatan yang tinggi, tetapi alasan utamanya adalah untuk mendapatkan restu dari istana.
“Kami berada di pinggir jalan, tapi kami menjadi pemandu setiap hari. Kita maunya berkah, kita punya istri di luar negeri, kita juga punya urusan lain kan? Penggembala kakek, mengikuti kakek kami. tradisi,” kata Prabukusnawan
Proses menjadi punggawa tidaklah mudah. Mereka yang akan menjadi PNS akan dilatih selama 2 tahun untuk melihat apakah mereka layak mendapat persetujuan atau tidak. Pengakuan dilakukan melalui pemberian ijazah yang dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu. pada bulan Jawa Bakda Mulud dan Syawal.
Syarat dasar untuk menjadi seorang punggawa adalah komitmen pribadi. Penilaiannya dapat dilihat dari ketekunan atau tidaknya dalam menabur atau datang ke keraton, kemauan mengabdi, serta bakat dan latar belakang tergantung jabatannya.
Jika mereka tidak dapat lagi melakukan pekerjaannya karena alasan kesehatan atau usia, mereka akan menjalani PHK yang disebut miji. Berhenti karena bosan atau frustrasi jarang terjadi. Simak video “Jez Lepen, Dari Peternakan Babi Hingga Tempat Wisata Kolam di Jogja” (fem/fem)