Jakarta –
Pasca kemenangan Donald Trump sebagai presiden periode 2025-2029, sejumlah kebijakan Amerika Serikat (AS) menimbulkan kekhawatiran. Menurut Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan, kebijakan Donald Trump diprediksi akan menekan laju perekonomian dunia. Inflasi juga diperkirakan akan meningkat.
“Kita akan kembali melihat dampak dari masa jabatan kedua Presiden Trump. PDB (Produk Domestik Bruto) global akan lebih rendah dan inflasi dunia akan lebih tinggi karena kami khawatir dolar akan menguat, itu akan berdampak pada rupee kita,” – kata Luhut. , Pelajari programnya di Kantor ASN Talent Academy Negeri (LAN), Jakarta Pusat, Dushanbe (2/12/2024).
Luhut mengaku paham dengan gaya kepemimpinan Trump sehingga ada banyak hal yang perlu diperhatikan. Menurutnya, Trump adalah orang yang sangat praktis, namun jika menyangkut kepentingannya, reaksinya akan sangat keras.
“Dan saya lihat menteri efisiensinya adalah Elon Musk, yang saya kenal betul, dia pasti akan melakukannya (APBN) sebesar 2 triliun dolar. Dia berkata: – Dia akan sangat efisien.
Apalagi menurut Luhut, Anda harus berhati-hati dalam proses kerja sama dan negosiasi dengan Trump. Hal itu berdasarkan pengalamannya saat menjadi menteri di pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
“Kita harus pintar dalam navigasi. Ada situasi di Amerika, Trump. Kita juga cantik (bermain)) Saya masih ingat bagaimana kita bernegosiasi selama hampir 3 tahun untuk memasukkan barang kita ke Amerika, ekspor kita dan selama ini sudah bagus,” katanya.
Luhut juga mengatakan, dirinya menjalin kontak dengan Amerika Serikat melalui Dewan Penasihat Global DEN. Ia menanyakan arah kebijakan yang akan diterapkan Donald Trump ke depan.
“Kami pada dasarnya bertanya apa yang terjadi di Amerika? Menurut Anda apa yang akan menjadi kebijakan Trump? Supaya kami juga menerimanya. Karena kalau tidak, perekonomian Amerika akan berdampak besar pada kami. Tapi sementara itu, hubungan kami dengan AS akan sangat buruk.” Tiongkok sangat penting. Tanpa Tiongkok, kita tidak akan berada di posisi kita saat ini,” katanya
Di saat yang sama, Luhut menyoroti rapuhnya perekonomian Tiongkok. Dalam materi pemaparan Luhut, tercatat pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal I 2024 mencapai 5,3%. Angka tersebut akan turun menjadi 4,7% pada triwulan II tahun 2024 dan menjadi 4,6% pada triwulan III tahun 2024.
Pemerintah China saat ini menawarkan stimulus besar-besaran senilai US$3,4 triliun (nilai tukar Rp 54,06 kuadriliun). Angka tersebut merupakan 19% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara tirai bambu tersebut.
“Pemerintah China memberikan stimulus dalam jumlah besar karena perekonomiannya tidak bagus. Sekarang perekonomiannya sangat-sangat buruk,” kata Luhut.
“Karena di daerah, di wilayah, mereka tidak bisa menjual tanah, tidak bisa mendapatkan pinjaman, makanya perekonomian mereka tersendat. Tapi sekarang dia kasih insentif,” imbuhnya.
Menurut dia, hal ini akan menyebabkan terjadinya oversupply atau pasokan barang industri melebihi permintaan dan mengakibatkan membanjirnya produk ke negara mitra seperti Indonesia.
“Bisa dibayangkan apa dampaknya. Bisa luar biasa, bisa jadi dumping,” katanya. (SHC/HNS)