Jakarta –

Pejabat kesehatan di Republik Demokratik Kongo (DRC) sedang menyelidiki wabah yang telah menewaskan puluhan orang. Sejauh ini pihak berwenang telah mengkonfirmasi hampir 80 kematian dari 376 kasus yang dilaporkan, dengan infeksi pertama tercatat pada akhir bulan Oktober.

“Kita tidak tahu apakah kita sedang menghadapi penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri,” direktur jenderal Institut Kesehatan Masyarakat Nasional, Diodun Mwamba, mengatakan pada konferensi pers online yang diselenggarakan oleh pengawas kesehatan Uni Afrika, Africa CDC. Dikutip oleh DW.

Wabah yang tidak diketahui ini saat ini berpusat di distrik Panzi di provinsi Kwangju, sekitar 435 mil (700 km) dari ibu kota Kinshasa. Distrik Panzi terpencil, jalan sulit diakses, dan infrastruktur kesehatan hampir tidak ada.

Para pejabat mengirim tim peneliti medis, termasuk ahli epidemiologi, ke lokasi tersebut untuk menilai situasi dan membawa sampel ke Kikwet untuk dianalisis.

Menurut Menteri Kesehatan Samuel Roger Kamba, masyarakat menunjukkan gejala demam, batuk, pilek, sakit kepala, dan nyeri badan.

“Ini adalah sindrom flu pada beberapa anak yang mengalami gangguan pernafasan dan pada beberapa orang yang telah meninggal,” kata menteri.

Ia mengatakan, 40 persen kasus terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun yang sebagian besar berada dalam kondisi lemah akibat kekurangan gizi.

Ahli epidemiologi Universitas Griffith Australia Dickie Budiman mengatakan, risiko suatu epidemi harus ditentukan terlebih dahulu dan menunggu temuan dan hasil penelitian tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Ia juga mengatakan, jika berbicara kemungkinan tersebut saat ini, menurutnya risiko terjadinya wabah masih tergolong kecil. Pasalnya, penyakit yang menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka kematian yang tinggi, seperti yang terjadi di Kongo, membuat penderitanya masih belum sempat menularkan penyakit yang dideritanya.

Ia menambahkan: “Artinya penyakit ini berpotensi menyebar, namun risikonya masih kecil, artinya pasien tidak punya waktu untuk pergi kemana-mana, sehingga lebih besar kemungkinannya untuk tertular penyakit tersebut.” Saat dihubungi detikcom, Senin (9/12/2024).

“Akan jauh berbeda jika kita tahu bahwa penyakit ini sebenarnya bisa ditularkan oleh orang yang tidak memiliki gejala. Nah, itu tentu akan meningkatkan risiko terjadinya epidemi. Jadi kalau kita bicara risiko terjadinya. Sekali lagi An epidemi, saya masih harus mencermatinya dengan cermat,” ujarnya. Kemudian

Di sisi lain, ia juga menyampaikan bahwa penting bagi pemerintah Indonesia untuk memperkuat jalur masuk untuk mencegah dan menghindari potensi insiden. Meski pembatasannya tidak terlalu ketat di masa pandemi, Dickey mengatakan standar yang diterapkan harusnya jauh lebih baik.

Misalnya masalah suhu, gejala, ini yang harus selalu dilakukan di semua pintu masuk baik darat, laut, dan udara, lanjutnya. Tonton video “Video Temuan Terbaru WHO tentang Penyakit Misterius di Kongo” (suc/kna)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *