Jakarta –
Penyakit virus Marburg (MVD) saat ini menjadi perhatian di Afrika Tengah, khususnya Rwanda. Pasalnya, virus Marburg telah menewaskan enam orang dan angka kematian (CFR) sekitar 25 hingga 88 persen.
Ahli epidemiologi Dicky Budiman mengatakan virus Marburg bisa menjadi pandemi global, namun risikonya sangat kecil. Sebab, virus ini lebih banyak menular melalui kontak fisik, bukan pernapasan seperti COVID-19.
Namun Dicky menegaskan, jika pemerintah mengabaikan hal tersebut, maka virus Marburg bisa menjadi penyakit serius di Indonesia. Menurut Dicky, pengawasan yang cermat terhadap pintu masuk negara-negara tersebut sangat penting agar dapat mencari alat pendeteksi suhu dengan baik atau mengisolasi orang-orang yang diduga terjangkit virus Marburg.
Faktanya, saat ini belum ada pengobatan khusus untuk virus Marburg. Dukungan saja, kata Dicky kepada detikcom, Selasa (10/1/2024).
“Jadi kalau kurang minum, kasih air putih. Kalau demam, kasih antibiotik, kasih antipiretik, dan lain-lain. Ini akan memperbesar peluang kesembuhan,” ujarnya.
Lebih lanjut Dicky mengatakan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini sedang melakukan penelitian mengenai pengobatan virus Marburg. Namun, masih dalam tahap penelitian.
Dicky berharap pemerintahan Prabowo Subianto meningkatkan deteksi dini virus Marburg.
“Ini lubang besar dalam deteksi dini kita. Kita harus paham bagaimana meningkatkan kemampuan kita (dalam hal diagnosis) karena kalau tidak, Indonesia bisa terjangkit penyakit serius atau bahkan melahirkan penyakit serius,” kata Gyenge.
“Perlu juga peningkatan kapasitas laboratorium untuk mendeteksi virus Marburg. Contohnya seperti edukasi, alat deteksi, dan edukasi kepada masyarakat,” tutupnya.
Bagaimana virus Marburg menyebar?
Dicky mengatakan, virus Marburg memiliki angka reproduksi (Ro) dua hingga tiga. Artinya setiap orang yang terinfeksi dapat menulari dua atau tiga orang lainnya tanpa insiden.
“Penularannya melalui kontak langsung dengan cairan tubuh seperti darah, urine, air liur, keringat, atau muntahan, bisa juga dari benda-benda yang terkontaminasi di tubuh penderita,” kata Dicky.
Selain itu, virus ini juga dapat menular dari hewan ke manusia, seperti kelelawar dan monyet yang terinfeksi.
Gejala MVD mirip dengan Ebola, demam tinggi, sakit kepala, nyeri sendi, bahkan diare dan muntah, ujarnya. Tonton “Video: Laporan Rumah Sakit Brasil tentang Kesehatan Direktur Jenderal WHO” (dpy/kna)