Jakarta –

Menjadi menteri pariwisata bukan sekadar jabatan prestisius yang menonjol. Posisi ini merupakan perintah yang berat, bahkan besar.

Sebab, tanggung jawab yang diembannya menyangkut nasib hampir 40 juta orang yang penghidupannya bergantung pada sektor pariwisata. Mulai dari pemandu wisata yang menenun cerita di setiap sudut destinasi, perajin lokal yang tangannya menyulam kearifan budaya, hingga pemilik usaha kecil di desa wisata yang berharap bisa menyekolahkan anak-anaknya.

Itu semua merupakan bagian dari denyut nadi perekonomian Indonesia yang hidup dari pariwisata. Angka 40 juta bukan sekadar angka, melainkan cerminan orang-orang yang bekerja tanpa kenal lelah, menghidupi keluarga, dan berkontribusi terhadap perekonomian negara.

Di balik gemerlap tempat-tempat wisata, baik internasional maupun lokal, terdapat peran yang dimainkan oleh masyarakat kecil: nelayan yang sarapan di pantai yang indah, petani yang merawat atap hijau, dan pedagang kecil yang menjual kerajinan khas Indonesia: ekosistem yang kompleks dan rapuh.

Menteri Pariwisata bertanggung jawab atas lingkungan yang kompleks dan rapuh ini. Sektor ini terkait langsung dengan berbagai sektor perekonomian, mulai dari infrastruktur transportasi, hotel hingga pemasaran digital dan diplomasi internasional.

Fluktuasi ekonomi global, bencana alam, bahkan geopolitik dapat berdampak langsung pada kawasan. Dampaknya tidak hanya dirasakan pada angka PDB saja, namun juga pada porsi makan keluarga di desa wisata.

Ketika wisatawan mancanegara anjlok akibat pandemi Covid-19, jutaan pekerja di sektor pariwisata terpaksa mengencangkan ikat pinggang menghadapi ketidakpastian.

Statistik Kementerian Pariwisata menunjukkan bahwa pada tahun 2023, sektor pariwisata akan menyumbang sekitar 3,8% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor tersebut mencatat jumlah kumulatif wisatawan mancanegara (wisman) periode Januari-Desember 2023 mencapai 11,68 juta kunjungan dengan target ambisius mencapai 17 juta pada tahun 2024.

Namun, di balik angka-angka tersebut, kenyataan di lapangan menghadirkan tantangan besar. Infrastruktur pariwisata masih memerlukan pengembangan di banyak daerah. Keterhubungan antar destinasi masih kurang baik, dan pengembangan pariwisata khususnya di pasar internasional memerlukan dorongan besar untuk meningkatkan daya saing global bagi perekonomian kecil.

Menteri Pariwisata tidak hanya bertanggung jawab mengembangkan infrastruktur dan meningkatkan jumlah wisatawan. Upaya untuk melindungi perekonomian kecil lebih mendasar, memastikan bahwa masyarakat di kawasan pariwisata tidak hanya menjadi penonton di negaranya sendiri.

Model pariwisata berkelanjutan yang melibatkan masyarakat lokal di setiap rantai nilai harus menjadi prioritas. Banyak negara yang berhasil menerapkan konsep ini, salah satunya adalah Selandia Baru yang terkenal dengan pariwisata berbasis komunitas Aborigin Maori.

Di Indonesia, model serupa dapat dikembangkan di Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi dengan mengedepankan potensi lokal dan kekayaan budaya.

Selain itu, pariwisata harus menjadi salah satu cara untuk mempromosikan keberagaman Indonesia di mata dunia. Menpar harus memastikan setiap langkahnya mampu menghadirkan nilai-nilai terbaik negara, terus melestarikan budaya dan mengedepankan keramahtamahan khas Indonesia.

Tugas ini tidak hanya sekedar meningkatkan jumlah wisatawan, namun juga memperkuat jati diri bangsa dalam peta pariwisata global.

Tantangan lainnya adalah bagaimana memastikan sektor pariwisata bersifat inklusif, terutama di tengah persaingan global yang semakin meningkat. Berbagai negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam telah mengalami kemajuan besar dalam promosi dan pengembangan destinasi wisata.

Untuk mampu bersaing secara global, Indonesia harus mengambil langkah-langkah strategis, dalam hal promosi pariwisata dan digitalisasi kerja sama internasional.

Digitalisasi adalah kuncinya, dan perubahan teknologi di sektor pariwisata akan membuka peluang baru, termasuk usaha kecil yang kini dapat mengakses pasar internasional hanya dengan satu klik.

Sektor pariwisata dan perjalanan Indonesia diperkirakan akan menciptakan lebih dari 16 juta lapangan kerja langsung dan tidak langsung pada tahun 2025, menurut laporan World Travel and Tourism Council (WTTC). Hal ini membuktikan bahwa peran sektor pariwisata tidak hanya bersifat ekonomi. Motorik, namun juga menjadi solusi nyata permasalahan pengangguran khususnya di daerah terpencil yang menjadi harapan dan tanggung jawab masa depan.

Masa depan sektor pariwisata Indonesia penuh dengan potensi, namun juga terdapat tantangan yang tidak mudah. Di tengah gejolak perekonomian global, Menteri Pariwisata harus mampu mengambil arah kebijakan yang tidak hanya mengedepankan keuntungan jangka pendek, namun juga keberlanjutan jangka panjang.

Pariwisata yang mengedepankan ekowisata, pelestarian budaya dan pemberdayaan masyarakat lokal menjadi jawaban tantangan zaman.

Dengan hampir 40 juta orang yang hidup dari sektor ini, sudah menjadi tanggung jawab Menteri Pariwisata untuk terus memperjuangkan hak dan kesejahteraan mereka.

Memang tidak mudah, namun dengan visi yang jelas dan keberanian mengambil langkah strategis, Indonesia bisa menjadi destinasi pariwisata kelas dunia yang tidak hanya dikenal keindahannya, namun juga kelestariannya.

Ini adalah fatwa yang harus diikuti dengan sepenuh hati dan tekun, karena banyak nyawa yang menjadi taruhannya dalam setiap keputusan.

——

Artikel ini ditulis oleh Tofan Rahmadi, Pakar Strategi Pariwisata Nasional. Artikel tersebut dikirimkan oleh pembaca detikcom. Saksikan video “Video: Program Prioritas Vidyanti Putri di 6 Bulan Pertama Menjabat Menteri Pariwisata Indonesia” (wsw/wsw)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *