Jakarta –

Taruna Ikrar, Direktur Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM RI), mengatakan tren obat global saat ini semakin beralih dari bahan kimia sintetis ke produk biologi. Perbandingannya saat ini antara 65 dan 35 persen.

Bukan tidak mungkin tren serupa terjadi di Indonesia. Mengingat sudah ada empat industri farmasi yang telah memperoleh sertifikat cara produksi farmasi yang baik (CPOB) dari BPOM RI untuk pengembangan produk teknologi kedokteran maju (ATMP).

Obat berbasis sel, rekayasa genetik, dan rekayasa jaringan dinilai memiliki tingkat keberhasilan pengobatan lebih dari 90 persen. Hal ini sering digunakan pada pasien dengan penyakit kronis, termasuk kanker dan masalah tulang.

Empat industri farmasi yang dimaksud antara lain Bifarma Adiluhung, Prodia Stemcell, Stem Cell Medical Institution (RSCM) RS Cipto Mangunkusumo, dan Daewoong Biologics Indonesia.

Apakah bisa masuk BPJS?

Dalam kesempatan yang sama, Lucía Rizka Andalucía, Direktur Jenderal Obat dan Produk Kesehatan Kementerian Kesehatan, tak menampik kemungkinan ke depan obat-obatan canggih tersebut bisa diakses melalui BPJS Kesehatan. Hal itu perlu dilakukan melalui serangkaian proses kerja, ujarnya.

“Kalau sudah terbukti efektivitasnya, amannya, dan sudah ada izin edarnya dari Badan POM dan masuk ke BPJS, kita banyak mendanai masyarakat karena ini BPJS, harusnya ada kajian yang menyatakan iya,” kata Rizka dalam jumpa pers. konferensi pada Rabu (09/10/2024), menjelaskan bahwa perlu adanya analisis biaya-manfaat yang didukung oleh “Studi-studi ini menunjukkan bahwa hal ini memiliki lebih banyak manfaat dan hemat biaya.”

“Kalau BPJS bisa melakukan ini, tentu bisa ke depan bisa dilakukan asalkan analisis biaya-manfaat bisa dilakukan,” lanjutnya.

Bagaimana cara mempersiapkan laboratorium?

Taruna menyatakan, dari 80 laboratorium yang dibuka untuk penelitian dan pengembangan, hanya 42 yang siap melakukan praktik kedokteran tingkat lanjut.

“Nah, karena ini ilmu baru, 10 tahun terakhir booming, kita belum mengaturnya di Indonesia, tapi aturannya akan kita tetapkan. Tentu kita akan undang ahli kita untuk membuat aturannya, itu itu tidak mudah,” ujarnya.

Meski begitu, Taruna optimistis tren penggunaan obat berbasis terapi sel, genetika, dan rekayasa jaringan akan “mendominasi” dunia di luar Indonesia. Bukan tidak mungkin tingkat dominasi penggunaan obat hayati berangsur-angsur meningkat hingga di atas 80 persen.

Berikutnya: Apa lagi yang ada selain sel induk?

(naf/kna)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *