Jakarta –
Banyaknya wisatawan asing bermasalah membuat sektor pariwisata tertindas. Untuk mencegah hal tersebut, Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif akan memperkenalkan inisiatif Pariwisata Berkualitas Indonesia.
Beberapa waktu lalu, UNESCO juga memperingatkan agar tidak melakukan selfie di tempat bersejarah. Bukan tanpa alasan langkah ini bertujuan untuk menjaga keberlangsungan situs bersejarah yang berpotensi rusak akibat aktivitas wisata.
Ya, dengan banyaknya wisatawan yang datang ke tempat bersejarah untuk berswafoto, dikhawatirkan pembangunan situs tersebut akan rusak karena sering diinjak wisatawan. Belum lagi, masih terdapat wisatawan yang berperilaku tidak bertanggung jawab di beberapa situs bersejarah di seluruh dunia.
Sejalan dengan kebijakan UNESCO, Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif (Kemenparekraf) juga berniat menerapkan kebijakan yang disebut “Pariwisata Berkualitas Indonesia”.
Nia Niscaya, Kepala Pakar Pariwisata dan Industri Kreatif Adyatama, menjelaskan penerapan kebijakan tersebut untuk melestarikan dan menjaga kelestarian destinasi atau tempat bersejarah, termasuk Candi Borobudur.
“Kemarin kami ke Bali dan ngobrol tentang pariwisata Indonesia yang berkualitas. Kriterianya sudah ada dan sedang disusun Perpres sebagai landasan penyelenggaraan pariwisata berkualitas dan tahap awal akan diterapkan di Borobudur. “Sebentar lagi kalau sudah keluar, akan dilaksanakan dan ini yang pertama kita lakukan,” kata Nia dalam The Weekly Brief bersama Sandi Uno di Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif di Jakarta, Senin (9/2). /2024 ).
“Saya kira sejalan (dengan UNESCO) karena kalau rusak kita tidak punya apa-apa lagi, jadi ini harus dipertahankan dan nanti bisa diperluas ke destinasi lain,” imbuhnya.
Tujuannya pada tahun ini agar destinasi Candi Borobudur menerapkan langkah-langkah yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kualitas pariwisata Indonesia dari segi infrastruktur dan fasilitas, serta wisatawan yang lebih bertanggung jawab.
Sasaran Borobudur tahun ini adalah monitoring dan evaluasi. Kami akan menilai apa yang kurang, apa yang perlu diperbaiki atau disesuaikan. “Yah, itu hikmahnya, tapi kita tunggu dulu dasar hukumnya,” kata Nia.
UNESCO sebelumnya telah memperingatkan agar tidak mengambil foto di situs bersejarah jika foto tersebut menjadi viral di media sosial. Fenomena inilah yang kemudian menyebabkan wisatawan berbondong-bondong datang ke tempat ini.
Dampak dari terlalu banyaknya kunjungan tidak hanya berdampak pada situs bersejarah, namun juga berdampak pada lingkungan dan masyarakat setempat.
“Beberapa destinasi yang sebelumnya kurang dikenal justru mengalami kunjungan berlebihan akibat media sosial sehingga dapat berdampak pada lingkungan dan masyarakat setempat. Selain itu, selain mengambil gambar, wisatawan terkadang melakukan tindakan kasar atau merugikan, seperti masuk tanpa izin, vandalisme. dan “bahkan kecelakaan karena persaingan untuk mendapatkan citra ideal,” kata juru bicara UNESCO.
Saksikan video “Menparekraf akan mendeportasi wisman yang bermasalah di Bali” (wsw/fem).