Jakarta –
Program makanan bergizi gratis yang diusung Presiden terpilih dan Wakil Presiden Prabowo Subianto-Jibran Rakabuming Raqa disebut tidak hanya mencakup makan siang, namun juga sarapan pagi. Dengan cara ini, anak sekolah bisa mendapat makan dua kali sehari secara gratis.
Hashim Jojohadikusumo, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Gerindra, langsung mengumumkan kabar tersebut. Namun apakah pemerintah siap jika rencana ini benar-benar terwujud?
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Peter Abdullah menilai, jika rencana perluasan program makanan bergizi gratis hingga termasuk sarapan pagi terlaksana, maka akan berdampak pada APBN pemerintah ke depan, terutama dari sisi belanja.
Sebab, perpanjangan masa makanan bergizi gratis otomatis menambah anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah. Padahal, kata dia, APBN saat ini masih sangat terbatas.
“Ini soal alokasi anggaran, bagaimana memanfaatkan ruang fiskal yang sempit, tidak mewah, dan terbatas untuk menjalankan proyek yang disukai atau tidak disukai masyarakat, itu terserah masyarakat,” kata Peter kepada detikcom, Rabu. (06/07/2024).
“Masyarakat memilih Prabowo dan Gibran saat mengumumkan makan siang gratis. Artinya (programnya) sudah disukai, dipilih, dan diharapkan masyarakat, jadi laksanakan saja janjinya,” tegasnya.
Meskipun rencana ini mungkin mengubah struktur APBN, namun tidak serta merta membebani anggaran pemerintah di masa depan, menurut Peter. Sebab semuanya bergantung pada bagaimana pemerintah mengelola pendapatan dan pengeluaran dana yang tersedia.
“Tergantung bagaimana penanganannya, kita belum tahu bagaimana (pemerintah) menyikapinya. Apakah anggaran lainnya akan dipotong? Hal ini mungkin tidak menambah beban jika efisiensi anggaran dapat dicapai. yang selama ini dianggap kurang efektif. kata Petrus.
“Jadi kita belum bisa bilang ini bisa menjadi beban baru APBN, itu sangat tergantung bagaimana pemerintahan Prabowo melakukannya, memutuskan mana yang bisa meningkatkan efisiensi, atau apakah pemerintahan Prabowo bisa menambah pemasukannya untuk APBN. lanjutnya.
Oleh karena itu, program pangan bergizi gratis ini sangat bergantung pada pengelolaan keuangan masyarakat ke depan. Meski Peter mengatakan lebih baik fokus pada rencana awal yang hanya menyediakan makan siang.
“Itu akan sangat tergantung pada pemerintahan Prabowo untuk menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran. Sebab, pemerintahan Prabowo mungkin punya saran, misalnya untuk meningkatkan pendapatan. Sehingga tambahan anggaran makan gratis bisa ditutupi dengan tambahan pendapatan,” ujarnya. .
Di sisi lain, Trubus Rahadiansyah, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, juga mengatakan rencana ini bisa menambah belanja APBN ke depan.
Oleh karena itu, ia menilai pemerintahan masa depan Prabowo harus terlebih dahulu menyiapkan sumber anggaran tambahan sebelum memperluas program ini hingga sarapan pagi. Jadi program ini tidak membebani APBN.
“Pertama, tentu Pak Prabowo dan tim keuangannya harus mencari sumber keuangan alternatif, tidak hanya APBN, tapi juga sumber lain,” ujarnya.
Selain anggaran yang mepet, menurutnya ketersediaan pangan juga belum sepenuhnya siap. Oleh karena itu, secara pribadi ia tidak puas dengan hasil beberapa percobaan makan siang gratis, yang mungkin di beberapa daerah sebaiknya nasi diganti dengan sagu atau jagung sebagai sumber tambahan karbohidrat.
Sebab, menurutnya, program ini tentang bagaimana meningkatkan gizi anak usia sekolah. Oleh karena itu, makan gratis ini harus memenuhi kriteria tertentu, antara lain pemilihan makanan utama dan lauk pauknya. Di saat yang sama, pemerintah juga harus memperhatikan selera anak-anak, karena menurutnya, tidak ada gunanya memberikan makanan gratis jika anak-anak tidak mau makan.
“Masalahnya kalau standarnya tidak ada maka akan terus berubah. Nah, kalau diubah bisa jadi tidak mencapai target karena makanan punya efek jangka panjang. Maksudku, jangan (program makanan bergizi gratis) hanya makan (program)
“Misalnya nasi diganti dengan sagu, mungkin sagunya kurang untuk orang yang biasa makan sagu. Soalnya anak Papua, Riau, Maluku tinggalkan sagu, makan nasi, saya khawatir anak-anak menang “Kamu kenapa? makan sagu? Toh gizinya tidak bertambah (karena anak tidak mau makan),” jelasnya lagi.
Kalaupun pemerintah ingin memperluas program makan gratis bergizi hingga sarapan, Trubus menyarankan agar pemerintah fokus pada bidang-bidang tertentu yang berkaitan dengan gizi.
Karena pada akhirnya tujuan dari program ini adalah untuk menurunkan laju pertumbuhan dan meningkatkan nilai gizi anak secara keseluruhan. Sehingga untuk pertama kalinya daerah-daerah yang belum mendesak untuk mendapatkan pangan gratis akan diabaikan.
“Jadi kalau mau diperluas (makan siang dan sarapan pagi), maka saya setuju, sebaiknya diperluas, tapi masalahnya di anggaran ya? Kalau mau, lebih baik tidak membagi semua orang. terlebih dahulu, namun fokuslah pada bidang-bidang yang tidak memiliki rasio kepatuhan (rrd/rir) yang tinggi.