Jakarta –
Undang-Undang Desa (UU) Desa sudah berjalan 10 tahun, namun tujuan mewujudkan desa mandiri masih jauh dari kenyataan. Ada empat lubang permasalahan yang perlu segera ditambal.
Pada tanggal 2 Agustus 2024, Presiden Joko Widodo (Djakowi) dilantik sebagai Hari Desa pada tanggal 15 Januari 2014 (Keppres) Nomor 23 Tahun 2014. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2004, Desa di Indonesia adalah Desa yang merdeka dan sejahtera, dan sebagai landasan hukum otonomi Desa yang melaksanakan segala pengurusan dan kekuasaan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara Desa dan Kota.
Pimpinan pusat APDESI, sebuah lembaga pemerintah di pedesaan, mempunyai harapan yang sama bahwa masyarakat pedesaan tidak perlu lagi mencari nafkah di kota, melainkan di desa.
Sesuai amanat UU Desa. Desa dapat mendirikan Badan Usaha Desa (BUMDES) untuk mengelola seluruh potensi perekonomian desa dan memberdayakan masyarakat dalam kegiatan pengembangan potensi perekonomian desa. tahun demi tahun Terlepas dari pandemi COVID-19, BUMDES selalu menjadi prioritas penggunaan dana desa.
Oleh karena itu peran dana desa sebagai sumber permodalan utama di BUMDES sangat besar. BUMDES ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan awal desa (PADes) bagi pemerintah desa untuk mewujudkan impian desa mandiri.
Tahun 2016 hingga 2023 minimal Rp. 507 triliun. Dana desa ini merupakan sumber utama pendapatan desa dan memberikan kontribusi sekitar 56 persen terhadap total pendapatan desa. Namun kapasitas produksi PAD desa masih sangat rendah.
Antara tahun 2016 dan 2023, PAD hanya menyumbang sekitar 2-4% dari total pendapatan pemerintah desa. Hal ini menjadi sinyal bahwa investasi pemerintah pusat dalam bentuk dana desa belum membuahkan hasil yang memadai bagi terciptanya desa mandiri.
Menurut penulis, Ketimpangan ini disebabkan oleh empat (4) permasalahan besar yang ada di BUMDES.
1. Perbedaan pendapat mengenai kegiatan Pemerintah dan Pimpinan BUMDES
BUMDES secara umum gagal sebagai agen perubahan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Hal ini memerlukan perhatian lebih mendalam dari pemerintah sebagai penggagas dan pengambil kebijakan utama program BUMDES.
Provinsi Jawa Barat Dengan menggunakan beberapa studi kasus yang melibatkan BUMDES 10 di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pulau-Pulau Kecil Bagian Barat, hasil penelitian yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tujuan program BUMDES menurut sudut pandang pemerintah. DAN KEPALA BUMDES.
Fungsi utama yang diimpikan BUMDES adalah dukungan BUMDES terhadap PADes; jumlah pendapatan; Pemerintah percaya bahwa indikator keuangan seperti nilai aset yang dikelola atau keuntungan. Hal ini terlihat dari pemberian penghargaan pemerintah kepada BUMDES terbaik yang menjadikan pencapaian kinerja keuangan sebagai indikator utama dan menjadi unggulan di berbagai pemberitaan media.
Namun sebaliknya, Pemimpin BUMDES tidak hanya dari segi finansial, namun juga dari jumlah penduduk desa. jumlah upah; tunjangan; Efektivitas juga didefinisikan secara lebih luas dalam hal kontribusi sosial seperti hibah dan sumbangan bersama. Untuk membiayai kegiatan sosial. Untuk menunjang produktivitas desa. Untuk membantu penduduk desa yang miskin.
Dukungan sosial ini lebih mempengaruhi tindakan pengelola BUMDES dibandingkan indikator finansial. Perbedaan persepsi efektivitas antara pemerintah dan pengelola BUMDES menyebabkan perbedaan tujuan yang ingin dicapai dengan program BUMDES ini.
Sebagaimana pemerintah ingin berlayar ke utara seperti seorang kapten, penduduk desa juga ingin berlayar ke selatan seperti pelaut. Keadaan ini sangat tidak mengenakkan apabila keberhasilan program BUMDES dinikmati bersama oleh seluruh pemangku kepentingan.
Buka halaman berikutnya.
Saksikan video “Wapres Himbau Perusahaan yang Bergerak di Desa Tarik BumDes” (Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris)