Jakarta –
Paparan bisphenol A atau BPA bisa saja nyata, dan oleh karena itu terdapat peraturan yang membatasi tingkat kontaminasi yang aman dari senyawa ini. Namun perlu diingat bahwa tubuh manusia umumnya memiliki mekanisme untuk mengeluarkannya kembali.
“Jika BPA masuk ke orang yang sehat, ia akan diserap kembali melalui urin, dan lain-lain. Itu tidak diproduksi di dalam tubuh,” kata Profesor Dr Ahmed Zainal Abedin, spesialis polimer di Institut Teknologi Bandung (ITB), dalam laporannya baru-baru ini. Bicaralah dengan Detikcom.
Di Indonesia, peraturan terkait membatasi tingkat normal kontaminasi BPA hingga 0,6 bagian per juta (bpj). Batasan tersebut tertuang dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan.
Zainal juga menjelaskan, risiko terjadinya pencucian BPA dari kemasan ke bahan makanan dan minuman sebenarnya relatif kecil. Menurutnya, migrasi tidak hanya terjadi pada plastik yang bereaksi sempurna, tetapi juga pada residu BPA yang tertinggal akibat reaksi tidak sempurna.
Selain itu, banyak faktor yang mempengaruhi kemungkinan migrasi. Mulai dari suhu, tekanan dan jenis bahan pengisi dengan sifat yang berbeda-beda.
SpPD-KHOM dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dokter spesialis onkologi Dr. Andhika Richman mengatakan migrasi BPA dari kemasan makanan atau minuman seringkali diakibatkan oleh penyalahgunaan. Menurutnya, kemasan produk yang mengandung BPA sebaiknya tidak dipanaskan agar tidak rusak.
“BPA ini meleleh atau lepas jika dipanaskan pada suhu tinggi. Jadi jangan khawatir (tidak terlepas) pada suhu rendah,” ujarnya.
Sementara itu, pakar kesehatan dari Lembaga Penelitian Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. Adityavarman Lobos, MPH, juga membahas mekanisme tubuh dalam mengatasi paparan BPA selanjutnya. Mekanisme ini, dalam tubuh yang sehat, akan mencegah berbagai efek negatif akibat paparan BPA.
“Sekitar 90 persen BPA yang masuk ke dalam tubuh sudah dinetralkan oleh tubuh, jadi tidak ada masalah dengan BPA atau apa pun, sudah dinetralkan,” ujarnya. Tonton video “Penyebab utama gagal ginjal dini pada anak” (atas/atas)