Jakarta –
Pemerintah akan mengubah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Hal ini sejalan dengan adanya tambahan pekerjaan yang bertanggung jawab dalam pengembangan industri kakao dan kelapa.
Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Kami yakin keberadaan BPDP dapat meningkatkan hasil bidang pertanian di daerah manapun.
“BPPKS kita ubah jadi BPDP, penanaman modal perkebunan. Termasuk kakao, kelapa, dan karet. Jadi kalau kita lihat kelapa, karet, kakao, kita tetap pada sawit, meski jenisnya sama,” kata Airlangga kepada pers. . di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis (25/7/2024).
Airlangga mengatakan, nantinya BPDP akan bertugas menghidupkan kembali tanaman lainnya. Terutama di perkebunan kakao, kelapa, dan karet.
“Kami juga akan menyuplai BPDP untuk mengolah kembali kakao, karet, dan kelapa,” kata Airlangga.
Dulu, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk asosiasi kakao dan kelapa untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri, menjaga kelangsungan dan daya saing industri, serta meningkatkan profitabilitas. Pengelolaannya diserahkan kepada BPDPKS.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pengelolaan kakao dan kelapa dialihkan ke BPDPKS dengan membentuk dua menteri baru, yakni Deputi Bidang Kakao dan Deputi Kelapa. Pemungutan pendapatan dilakukan melalui sistem retribusi yang dikelola oleh BPPKS.
“BDPPKS sudah banyak yang bisa dimanfaatkan untuk kakao dan kelapa di sawah sehingga bisa segera berjalan,” kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/7).
Agus mengatakan, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara penghasil biji kakao hingga tahun 2015, namun saat ini menduduki peringkat ke-7. Dari segi industri, Indonesia hingga saat ini menjadi salah satu produsen dan eksportir kakao terbesar di dunia pada tahun 2023.
Pada periode 2015-2023, kakao Indonesia mengalami penurunan sebesar 8,3% per tahun dan terjadi peningkatan impor dari 239.377 ton menjadi 276.683 ton. Pertumbuhan industri kakao yang tidak mengimbangi ketersediaan bahan baku menyebabkan 9 dari 20 perusahaan gulung tikar.
Industri kakao, kata Agus, saat ini harus mengimpor biji kakao sebesar 62%. Saat ini penurunan produksi kelapa masih rendah karena penggunaan bahan baku produksi kelapa belum sesuai dan masih terdapat kelapa yang diekspor.
Hal ini membuat tingkat pemanfaatan industri kelapa tetap berada pada kisaran 55%. Di sisi lain, Indonesia mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dunia sehingga masih banyak ruang untuk meningkatkan produksi kelapa.
Kami yakin keberadaan asosiasi kakao dan kelapa akan memberikan dampak positif bagi petani dan industri. “Manfaat bagi petani antara lain meningkatkan produktivitas melalui perluasan dan pembangunan kembali lahan, meningkatkan hasil yang direncanakan dan memastikan bahwa hasil panen akan mencukupi. Saat ini, manfaat bagi industri antara lain peningkatan nilai tambah dan ekspor serta diversifikasi ke produk tambahan. ,” jelas Agus. . (dukungan/pendanaan)