Jakarta –
Para ahli mengkhawatirkan keberadaan flu burung H5N1 dan potensinya menjadi pandemi. Menurut laporan Science Alert, puluhan juta burung, lebih dari 40 ribu singa laut, dan ular mati akibat penyakit ini. Ini telah menjadi “pandemi” bagi hewan.
Potensi penularan H5N1 dari manusia ke manusia masih tergolong rendah. Namun, para ahli khawatir virus ini bisa menjadi lebih persisten dan menyebar ke manusia. Berikut beberapa alasannya: 1. Peristiwa kemanusiaan semakin meningkat
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kasus pertama infeksi H5N1 di Australia beberapa waktu lalu pada bulan Maret. Pasiennya adalah seorang anak laki-laki berusia dua tahun dari India.
Anak menunjukkan tanda-tanda kehilangan nafsu makan, suhu tubuh tinggi, batuk, muntah, dan sering gelisah. Bocah tersebut harus dirawat selama dua setengah minggu, termasuk di unit perawatan intensif.
Christopher Dye, seorang profesor dan peneliti senior di Universitas Oxford, mengatakan: “Ada banyak virus di luar sana saat ini. Jelas bahwa virus ini berubah dan melakukan hal-hal baru dan tidak terduga.”
“Influenza selalu menjadi kekhawatiran selama beberapa dekade, dan jenis flu ini telah ada setidaknya selama dua dekade. Tapi sekarang saya rasa sudah mencapai tingkat kekhawatiran yang lebih besar lagi,” imbuhnya. Tikus bisa menularkan flu burung.
Pengujian yang dilakukan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat menemukan bahwa 47 tikus rumahan di sebuah peternakan di New Mexico dinyatakan positif H5N1. Sampel dikumpulkan pada awal Mei, dan para ahli menduga tikus tersebut terinfeksi karena meminum susu mentah dari sapi yang sakit.
“Tikus ada di mana-mana. Mereka berada di sekitar hewan lain dan seringkali di sekitar manusia. Ini sedikit mengkhawatirkan,” kata Dr. Monica Gandy, profesor kedokteran di Universitas California, San Francisco.
Hal ini dikhawatirkan akan mendekatkan virus ke kehidupan manusia.
(avk/kna)