Jakarta –
Seorang pria di Quebec, Kanada meminta dokter untuk mengamputasi jari keempat dan kelima tangan kirinya karena dia tidak dapat merasakannya. Seorang pria berusia 20 tahun yang tidak diketahui identitasnya memiliki dua jari yang sehat dan tidak ada penyakit.
Namun keberadaan dua jari tersebut justru membuat pria ini hidup dalam tekanan. Doktor dari Departemen Psikiatri di Université Laval. Berdasarkan laporan kasus yang diterbitkan Nadia Nadev, sejak kecil, pria tersebut sudah mengira bahwa dua jari terakhir tangan kirinya bukanlah miliknya. Ia menderita Gangguan Identitas Integritas Tubuh (BIID).
Menurut Klinik Cleveland, BIID, juga dikenal sebagai disforia integritas tubuh, adalah kondisi yang sangat langka yang ditandai dengan keinginan yang kuat dan terus-menerus untuk mengalami cacat fisik. Hal ini membuat seseorang merasa bahwa organ atau bagian tubuh yang sehat tidak boleh menjadi bagian dari tubuhnya.
Akibatnya, pasien mungkin meminta penyedia layanan kesehatan untuk mengamputasi anggota tubuh yang sehat atau mencoba mengamputasi diri sendiri, yang berbahaya dan berpotensi fatal. Pilihan pengobatan tersedia untuk menangani kondisi ini dan menghindari amputasi anggota tubuh yang sehat atau mencegah pasien melakukan perilaku berisiko.
Pria itu sepanjang hidupnya merasa bahwa dua jari tangan kirinya bukan miliknya. Pikiran-pikiran ini membuat hidupnya sangat kacau. Ia menjadi lebih mudah tersinggung, kesakitan, dan juga mengalami ketangkasan yang buruk.
Tidak hanya itu, ia sering mengalami mimpi buruk dimana kedua jarinya membusuk dan terbakar.
Dokter Nadia mengatakan, pasien tidak menceritakan masalah jarinya kepada keluarganya karena malu setelah membayangkan jarinya dipotong beberapa kali.
“Saat mengerjakan gergaji, dia berpikir untuk membuat guillotine kecil untuk memotong jari-jarinya,” tulisnya seperti dikutip People.
“Dia tahu bahwa menyakiti diri sendiri bukanlah solusi yang aman dan itu dapat mempengaruhi hubungan, reputasi, dan kesehatannya. Dia tidak bisa membayangkan hidup dengan jari-jari itu selama bertahun-tahun yang akan datang,” lanjutnya.
Setelah itu, pria tersebut menjalani beberapa tes. Hasil pencitraan menunjukkan otak pria tersebut normal. Dia kemudian ditawari pengobatan non-invasif, termasuk terapi perilaku kognitif, antidepresan, antipsikotik, dan terapi pemaparan.
Namun, seluruh pengobatan yang diduga dijalaninya tidak membuahkan hasil.
“Dianggap layak untuk meminta otopsi, dia dirujuk ke ahli ortopedi dan menghentikan pengobatan psikiatrisnya bersama dengan psikiater yang merawatnya,” kata laporan itu.
Enam bulan kemudian, pria tersebut menjalani amputasi elektif oleh ahli bedah ortopedi di rumah sakit setempat.
Berikutnya: Kondisi terkini setelah panen
(suk/kna)