Jakarta –

Jual beli tiket bus sudah menjadi hal yang lumrah. Pendekatan saat ini berfokus pada Google Penelusuran dan media sosial, seperti Facebook.

Perusahaan Bus (PO) yang namanya terlibat kasus ini adalah PO SAN. Wakil Direktur PO SAN Kurnia Lesari Adnan mengatakan, penipuan penjualan tiket bus yang merugikan usahanya semakin marak.

Wanita yang akrab disapa Dari ini mengatakan, caranya berbeda. Pertama, penipu menjawab pertanyaan di Google Search menggunakan akun yang terlihat seperti akun resmi. Kemudian pelaku mencantumkan nomor WhatsApp untuk memesan tiket.

“Dulu kita mencari semuanya lewat mesin pencari Google, ketik PO SAN. Itu muncul di artikel tempat beli tiket, tempat pesan tiket. kata Sari dalam acara ‘Berantas Penipuan Tiket Bus’, Jakarta, Selasa (9/7/2024).

Kemudian Sari mengatakan, untuk meyakinkan para korban, pihak yang membuat kursi tersebut tidak akan ragu-ragu. Ia mengatakan, pelaku kejahatan kerap mendapat meja yang disiapkan aparat hukum untuk menjawab pertanyaan pembeli di media sosial. Inilah sebabnya mengapa rencana kursi menyebar dan akhirnya diselamatkan dari penipu.

“Agen utama, jika ada yang ingin membeli kursi, jumlah kursi yang tersedia akan di-screenshot di website kami, kemudian diberikan kepada pembeli, diserahkan dan disimpan oleh produsen,” jelasnya.

Kedua, jenis penipuannya melalui media sosial, termasuk Facebook. Formatnya mirip dengan Google Penelusuran. Pembuatnya mencantumkan nomor WhatsApp di baris pertanyaan tentang tiket bus. Setelah itu modusnya dari WhatsApp. Pelaku mengambil kartu PO miliknya untuk dijadikan foto profil.

“Penipuan di WhatsApp. Ada bukti screenshot korban mengadu ke manajemen kami. Mereka juga memotret PO bus kami lalu ditempel di gambar WA. Sudah dipindahkan dan diblokir,” jelasnya.

Sari kaget dengan nama dompet digital atau nama rekening bank yang hampir sama dengan nama PO bus, misalnya PO Siliwangi Antar. Karena itu, pihaknya pun mencoba menanyakan hal tersebut kepada lembaga keuangan. Sayangnya, sejauh ini kami belum mendapat jawaban.

Sari mengatakan, pihaknya menerima 15 orang yang terkena dampak penipuan dengan total kerugian 15.704.927 orang. Mereka mencoba memberi tahu polisi. Namun karena merupakan perusahaan atau badan hukum maka tidak dipublikasikan. Selain itu, kerugian nominalnya juga kecil.

Ia juga meminta masyarakat memeriksa nomor telepon untuk menelusuri nama pelakunya. Penipuan atau tidak?

“Kami anjurkan penumpang mencari kontak atau penelepon yang sebenarnya. Contohnya dengan mengecek nomor telepon pabrikan. Ada nomor dengan nama PO yang sesuai. Berbeda. Ini cara menghasilkan uang di sana,” imbuhnya.

Direktur Utama PT SAN Putra Sejahtera (PO. SAN) dan Dirjen Ikatan Pengusaha Muda Otobus Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan mendorong pemerintah memberikan perlindungan untuk melindungi banyak korban dari kerugian.

“Pelanggaran tilang bus ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Diharapkan semua pihak, masyarakat, operator PO Bus, pemerintah dan mitra lainnya untuk bersama-sama memberantas hal tersebut agar tidak terjadi kerugian lebih lanjut yaitu masyarakat, pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pengusaha PO Bus dan karyawannya,” kata pria yang akrab disapa Sani itu.

Sani menjelaskan, pemerintah ingin perusahaan bus menggunakan tiket elektronik, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2021. Dia mengatakan, para pedagang bus menaati aturan tersebut. Namun, pemerintah belum melakukan upaya untuk memantau dan menegakkan hukum terhadap penipu. Hal ini dapat menyebabkan transportasi ilegal.

“Masalahnya, pemerintah membuat kebijakan, tapi tidak mengurus permasalahan, jika pemerintah tidak bisa melindungi masyarakat, permasalahannya masyarakat tidak mau menggunakan PO, akan muncul angkutan ilegal coba abaikan aturan, ” jelasnya.

Dari pihak PO Bus, penipuan tiket bus ini mencoreng nama baik dan reputasi perusahaan. Masyarakat akan mengira penipuan ini dilakukan dengan bekerja sama dengan operator. Karena itu, merusak kepercayaan masyarakat untuk menggunakan jasa bus sebagai alat transportasi darat.

Sayangnya, pihaknya tidak bisa mempublikasikan penipuan tersebut karena dilarang aturan. Undang-undang ini mewajibkan korban untuk melapor kepada pihak berwajib. Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, dan Direktur Kepolisian Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021 Nomor 154 Tahun 2021 Nomor KB/2/VI /2021 tentang penggunaan petunjuk pada pasal tertentu UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Pelayanan Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU 11 Tahun 2008. Sebab, oleh karena itu, diharapkan pemerintah membuat peraturan yang dapat melindungi masyarakat khususnya konsumen.

“Jadi kami berharap pemerintah memberikan perlindungan hukum kepada warga negara dan pengusaha yang berbadan hukum. Kalau kita lihat semua, sebagian besar warga akan dirugikan,” tutupnya. (gagak/gagak)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *