Toilet –

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Vahyu Trenggono angkat bicara soal penangkapan kapal ikan asing berbendera Rusia Run Zheng 03 di Laut Arafura pada Mei lalu. Saat ditangkap, kapal tersebut membawa 140 ton.

Trenggono mengatakan, kerugian yang ditimbulkan oleh kapal illegal fishing lebih banyak merupakan kerugian lingkungan. Sebab alat penangkapan ikannya adalah trawl net atau jaring pukat yang mempunyai pengaruh besar terhadap rusaknya ekosistem kita. Jadi kalau dihitung-hitung, kita menangkap ratusan ton kemarin? 140 ton. Tapi ini hanya satu. Yang ditemukan, sebelumnya kami tidak tahu (berapa ikan yang diangkut),” kata Trenggono di Tuvalu, ditulis Senin (3/6/2024).

Trenggono mengatakan trawl sudah lama dilarang karena berdampak besar terhadap ekosistem dan biologi kelautan. Selain itu, kapal nelayan Run Zheng 03 berukuran cukup besar, melebihi 800 gross tonnage (GT).

“Cara perusakan lingkungan adalah dengan menggunakan GT yang sangat besar, lebih dari 800 unit trawl. Meski tidak boleh, GT sebesar ini tidak diperbolehkan di perairan Indonesia. Trawl jenis ini merusak biota laut kita. .tidak hanya ikan, tapi semua makhluk di lautan,” katanya.

Lebih lanjut Trenggono mengatakan, kapal berbendera Rusia tersebut berasal dari China. Oleh karena itu, tidak hanya persoalan perizinan dan ketenagakerjaan saja yang menjadi perhatian penyidik, namun juga identitas kapalnya.

Mereka menduga ada keterlibatan Indonesia yang lebih besar di balik pengoperasian kapal asing tersebut. Pasalnya, kapal tersebut berhasil mengisi bahan bakar dan mendaratkan hasil tangkapannya di Indonesia tanpa dikejar.

“Jadi menurutku mereka memalsukan identitasnya di kapal. Dan aku sedih, jujur ​​saja mungkin itu kolaborasi dengan aktor di Indonesia, sedih buatku. Karena mereka menjual bahan bakar, tidak, aku tahu. BBMnya dari mana. untuk kapal ini berasal? Lalu menjatuhkan ikannya ke tengah laut,” ujarnya.

Selain itu, dari total anak buah kapal (ABK) Run Zheng, 11 orang merupakan warga negara Indonesia. Kebanyakan dari mereka berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah dan Lampang. Para staf ini mengaku tergiur dengan gaji yang fantastis.

“Jadi mereka dijanjikan gaji Rp10-15 juta setiap bulannya untuk bekerja. Menarik. Tapi saya ngobrol singkat di sini, mereka tidak dibayar,” ujarnya.

“Saya kira ada perbudakan. Karena pada pengejaran pertama kita tidak bisa menangkapnya, ada 6 orang (ABK), yang 5 bisa diselamatkan. Satu meninggal, mereka melompat. Artinya ada perbudakan. Di kapal, itu saja, tapi nanti kita selidiki,” ujarnya.

Trenggono berharap penerapan metered fishing (PIT) di Kota Tual dan Kepulauan Aru dapat membantu PKC dalam menyelesaikan permasalahan illegal fishing di Indonesia. PIT merupakan salah satu langkah transisi industri perikanan Indonesia menuju perikanan yang mengutamakan keberlanjutan dan pertanian. (shc/gambar)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *