Jakarta –
Sekitar setengah penduduk Korea dikatakan menderita gangguan kecemasan kronis. Sekitar satu dari sepuluh orang Korea dikatakan mempunyai masalah kemarahan yang parah.
You Myoung-soon, seorang profesor di Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Nasional Seoul, mempelajari status kesehatan sosial dan mental warga Korea Selatan berdasarkan survei terhadap 1.024 orang dewasa yang dilakukan oleh timnya dari 12 hingga 14 Juni.
Mereka meminta responden untuk menilai tingkat kemarahan mereka pada skala 1 sampai 4. Studi tersebut menemukan bahwa 49,2% responden berada dalam kondisi marah kronis.
Di antara mereka yang memiliki tingkat kemarahan lebih tinggi, 60 persen mengatakan mereka pernah mempertimbangkan untuk bunuh diri.
Para peneliti menemukan korelasi yang signifikan antara kelompok umur dan kemampuan menyimpan dendam. Hanya 3,1% orang berusia 60 tahun ke atas yang melaporkan tingkat kemarahan yang tinggi, yang merupakan angka terendah di antara semua kelompok umur, sementara 13,9% orang berusia 30-39 tahun juga melaporkan tingkat kemarahan yang tinggi.
Sekitar 54,3% orang berusia 30-an telah didiagnosis menderita kelelahan kronis, tingkat kejadian tertinggi dibandingkan kelompok umur mana pun.
Studi tersebut menemukan bahwa responden kaya memiliki kualitas hidup lebih tinggi dibandingkan responden berpenghasilan rendah.
Kesulitan mengelola emosi dapat mempengaruhi kesehatan. Kemarahan yang ditekan adalah penyebab utama kecemasan dan depresi.
Seperti dikutip dari WebMD, kemarahan yang tidak diungkapkan dengan benar dapat merusak hubungan, memengaruhi pola pikir dan perilaku, serta berujung pada berbagai masalah fisik. Kemarahan kronis (jangka panjang) telah dikaitkan dengan masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, sakit kepala, kondisi kulit, dan masalah pencernaan. Saksikan video “Kemenkes perkuat skrining kesehatan jiwa di puskesmas” (kna/kna)