Jakarta –
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut ingin menetapkan Selat Lombok yang dikelilingi Kawasan Konservasi yaitu Kepulauan Nusa Penida dan Gili Matra sebagai Kawasan Laut Kritis (PSSA).
Usulan keputusan ini hendaknya disampaikan pada Sidang ke-82 Marine Environmental Protection Committee (IMO)-Marine Environmental Protection (MEPC) pada 30 September hingga 4 Oktober 2024.
Dalam rangka finalisasi dokumen penyerahan Selat Lombok sebagai PSSA, Kementerian Jalan Raya telah mengadakan FGD nasional pada Mei lalu dan disusul FGD nasional pada hari ini.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Laut Lollan Panjaitan saat membuka FGD Internasional Persiapan Pengiriman Dokumen PSSA Selat Lombok yang digelar di Padma Hotel & Resorts, Legian Bali, Selasa (4/6).
Berbeda dengan FGD Nasional yang dilaksanakan pada Mei lalu, FGD internasional ini juga mengundang perwakilan Negara Anggota IMO di Jakarta, negara maritim lain yang berkepentingan di Selat Lombok seperti Jepang, Tiongkok, Australia, Filipina, Papua Nugini, dan Timor. Mpumalanga, dan Forum/Pusat adalah pemangku kepentingan.
“Kami berharap mendapat dukungan, ide dan saran dari negara-negara anggota IMO dan negara tetangga yang berminat dengan Selat Lombok. Selain itu, kami juga berharap mendapat saran teknis dari para ahli untuk persiapan inspeksi yang akan dilakukan IMO, kata Lollan dalam keterangan yang ditulisnya kepada pers, Rabu (5/6/2024).
Dalam FGD internasional tersebut, jelas Lollan, pihaknya menghadirkan 3 (tiga) orang pakar terkait PSSA. Yang pertama adalah Edward Kleverlaan yang bekerja sebagai Direktur London Convention and Agreement Office di IMO, Direktur Tim Perlindungan Lingkungan KKP Amerh Hakim, dan peneliti di Institut Teknologi Surabaya (ITS).
Lollan menekankan pentingnya penunjukan Selat Lombok sebagai PSSA sebagai bentuk tanggung jawab Indonesia dalam melakukan tindakan perlindungan lingkungan laut sebagai anggota Organisasi Maritim Internasional (IMO) dan anggota Dewan IMO saat itu. tahun 2024-2025.
Menurutnya, upaya mengangkat Selat Lombok sebagai PSSA dimulai pada tahun 2016 dengan permohonan yang dikirimkan Pemerintah Indonesia pada Pertemuan Regional Ketiga Proyek IMO-NORAD tentang Pencegahan Pencegahan Kapal dan Pembentukan PSSA di Lombok, Barat. . Nusa Tenggara. Hal ini disusul dengan pernyataan pada Makalah Informasi Sesi 71 Komite Perlindungan Lingkungan Laut (MEPC) pada tahun 2017.
“Selat Lombok ditetapkan sebagai PSSA karena lokasinya yang strategis dan merupakan rumah bagi lebih dari 2000 (dua ribu) spesies laut, termasuk enam (6) dari tujuh (tujuh) spesies penyu yang dilindungi. dunia,” jelasnya.
Lollan berharap pembentukan PSSA Selat Lombok dapat menjadi upaya pembentukan kawasan lindung lainnya di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan Resolusi IMO A.982(24) tentang Revisi Prosedur Identifikasi dan Penunjukan Kawasan Kritis Laut yang menjadi dasar pembentukan berbagai PSSA di dunia, dan ada kaitannya dengan Indonesia. menyerah. dengan menjaga lingkungan laut.
“Penerapan PSSA oleh IMO dapat menjadi salah satu cara yang dapat digunakan oleh negara-negara pantai untuk melindungi wilayah pesisir yang dinilai rentan terhadap dampak negatif pelayaran internasional. Saya berharap upaya ini dapat menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjaga lingkungan laut. dan memenuhi berbagai perjanjian IMO, baik di tingkat nasional, regional, dan internasional,” kata Lollan.
Sebagai informasi lebih lanjut, PSSA merupakan kawasan laut yang sangat sensitif dan memerlukan perlindungan khusus melalui peraturan perundang-undangan atau tindakan dari IMO karena memiliki alasan lingkungan, sosial ekonomi atau ilmu pengetahuan sehingga mudah rusak oleh aktivitas maritim internasional. Pada tahun 2005, IMO mengadopsi Resolusi A.982(24) mengenai revisi pedoman identifikasi dan penetapan Kawasan Maritim Khusus (PSSA).
Hingga saat ini, terdapat 18 (delapan belas) taman laut di dunia yang diberi nama PSSA, antara lain Jomard Entrance Papua New Guinea yang ditetapkan pada tahun 2016 dan Tubbataha Reefs Natural Park di Filipina yang ditetapkan pada tahun 2017. Nama saat ini adalah North-Western Mediterranean Laut, Prancis, Italia, Monako, dan Spanyol pada tahun 2023.
Keputusan pembentukan PSSA Selat Lombok pertama kali dilakukan melalui Proposal Penetapan PSSA Selat Lombok IMO dan Proyek Badan Pembangunan Norwegia (NORAD) (2014-2017), dimana dalam proyek ini terdapat empat (empat) negara yang memilih untuk menjadi PSSA Selat Lombok. terpilih. . salah satu wilayah maritimnya sebagai PSSA, yaitu Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Indonesia.
Indonesia ingin membentuk PSSA Selat Lombok khususnya Kepulauan Gili dan Pulau Nusa Penida pada Pertemuan Regional Ketiga Proyek IMO-NORAD tentang Pencegahan pencegahan kapal melalui pembentukan Wilayah Laut Sensitif Khusus (PSSA) di Laut Asia Timur . Daerah. yang dilaksanakan di Lombok pada bulan Juli 2016. Indonesia mengukuhkan usulan PSSA Selat Lombok dalam bentuk dokumen Kertas Informasi MEPC 71/INF.39 pada Pertemuan Komite Perlindungan Lingkungan Laut (MEPC) ke-71 tahun 2017.
Saat ini, Indonesia telah menyiapkan dokumen pengajuan identifikasi PSSA Selat Lombok sesuai dengan IMO Guidelines, namun harus memperkuat prosesnya terutama dari segi informasi untuk terus memastikan kecepatan pengakuan Selat Lombok sebagai PSSA. Dokumen yang diserahkan akan dikirim ke IMO untuk dibahas pada Pertemuan MEPC ke-80 di London mulai 30 September 2024 hingga 4 Oktober 2024. (key/key)