Bantu –

Peziarah makam Raja Imogiri mengeluh harus membayar ratusan ribu di tempat tujuan. Wedana Puroloyo pun angkat bicara soal kasus tersebut.

Cerita peziarah makam raja Mataram di Imogiri, Bantul viral di media sosial, mengaku terpaksa membayar ratusan ribu rupee saat menunaikan ibadah haji.

Menanggapi hal tersebut, Kantor Puroloyo, atau jabatan abdi dalem yang mengelola makam raja-raja Imogiri, menyatakan akan menyelidikinya.

Kisah tersebut diunggah akun X @merapi_uncover pada Senin (29/4). Dalam ceritanya, peziarah itu mengaku sejak awal tahun 2000an rutin mengunjungi makam raja-raja Mataram di Imogiri Pajimatan. Biasanya ia membawa rombongan hingga 14 orang dalam 2 mobil.

Dalam keterangannya, ia mengatakan bagi jamaah yang belum memiliki pakaian peranakan (pakaian khusus masuk makam) bisa menyewanya dengan biaya Rp 15.000 per orang.

“Sebelum masuk pasar, kita harus mendapat izin terlebih dahulu dari pengelola pasar. Setelah mendapat izin, harus diserahkan dan dibayar terlebih dahulu sebelum masuk. Sampai saat ini, biayanya 50 ribu (saya belum pernah menerima dokumennya), tapi ini bagi saya tidak masalah karena masih dalam batas wajar,” tulis keterangan yang dikutip dari akun X @merapi_uncover, Senin (29 April 2024).

“Retribusinya masing-masing daerah, untuk Kesultanan itu sendiri, dan Kasunanan itu sendiri. Kalau mau masuk Kesultanan dan Kasunanan berarti harus bayar dua kali. Tahukah kamu kalau makamnya terbagi 2, dan otomatis 2 berhasil.” Namun makam Sultan Agung dikelola oleh Partai yaitu Kesultanan dan Kasunanan, dan hal ini dirasakan oleh pengunjung atau peziarah lainnya.

Setelah ibadah haji selesai, jamaah mengatakan rombongannya langsung turun dan mengurus segala sesuatunya, termasuk uang yang harus dibayarkan.

“Tak disangka, rombongan kami harus membayar pejabat (kuncennya) masing-masing daerah sebesar 250 ribu, artinya 500 ribu. Saya SANGAT TERKENA mendengarnya,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Peziarah tersebut menyatakan bahwa dia tidak dapat berbuat apa-apa karena dia tidak memintanya sebelumnya. Saat itu, dia mengira tarifnya masih sama seperti sebelumnya.

“(Biasanya dulu, kalau kita tanya berapa semuanya, Kuncen menjawab “Sumonggo kerso”. Kita juga paham berapa pejabatnya. Bahkan, kita tidak pernah memberi kurang dari 300 ribu, ”ujarnya.

“Ketika saya harus membayar (dalam hati saya bercanda kalau mau ke makam, kenapa harus bayar, lalu pengurusnya juga bilang: “Masuk makam tidak usah bayar.”) Sambil nyengir atau nyengir seperti 500 ribu ada di Sultan Agung pak, di daerah lain, bahkan makam pun dikenakan biaya 100.000,” sambungnya.

Setelah mengunjungi tiga pasar (kuburan), peziarah ini mengaku membayar total Rp 700 ribu.

“Total 700k (versi verbal resmi) tanpa pinjam baju peranakan. Dari tiga pasar yang saya kunjungi, saya diikuti orang yang sama min. Hanya sebagian besar pegawai di kawasan Sultan Agung, kalau tidak salah ada di sana. berjumlah sekitar 5-7 orang,” tulisnya.

Jamaah haji juga menyebutkan permasalahan serupa yang dihadapi jamaah lain di luar Pulau Jawa.

“Apakah manajemennya benar-benar berubah atau ada hal lain yang terjadi pada stafnya? Sayangnya tidak ada bukti rekaman kecuali foto saya bersama salah satu anak anjing. Karena dilarang mengambil foto dan video di area makam. Ini terima kasih kepada Nuwun (Panjiromadhlon), ” tulis jamaah haji. Wedana Puroloyo Kantor buka suara

Saat dimintai konfirmasi terkait kasus ini, Kantor Disiplin Wedan Puroloyo mengaku baru mengetahui kabar tersebut dari awak media.

Saya baru tahu. Saya belum ketemu teman-teman, saya baru di kantor dan baru tahu informasi ini. Kalau ada detail tanggalnya mungkin kita bisa kenal, kata Siswan. saat dihubungi wartawan. Senin (29.4.2024).

Menurut Siswan, ziarah ke makam raja-raja Mataram di Imogiri tidak memerlukan biaya ratusan ribu rupee. Dijelaskannya, sudah menjadi kewajiban jamaah untuk mengenakan pakaian adat Jawa.

“Sebenarnya saya pinjam baju hanya Rp 15.000, itu belum lama. Karena dulu juga Rp 10.000,” kata Siswan.

Siswan mengatakan, masuk ke makam raja-raja Imogiri hanya sekedar dermawan. Biaya pendaftaran biasanya hanya Rp 2 ribu saja.

“(Tiketnya) sukarela, paling untuk sewa baju sekarang Rp 15.000, registrasi Rp 2.000. Terus ada sumbangan sukarela di dalam, di kotak-kotak itu lho,” kata Siswan.

Siswan menjelaskan, makam raja-raja Mataram di Imogiri dibuka pada hari Senin dan Selasa. Untuk saat ini hanya buka pada pukul 13.00 WIB pada hari Jumat. Oleh karena itu, menurut Siswan, ada kemungkinan peziarah yang curhat di media sosial itu datang di luar jam buka Makam Para Raja Imogiri.

“Kalau hari tutup minta izin dulu ke kantor. Lalu izin media sosialnya apa? Laporkan ke kantor Puroloyo Jogja dan pengawas di Surakarta,” kata Siswan.

“Kalau tidak punya izin, jangan berani-berani ke desa, nanti bikin ricuh. Karena ke Sultan Agung sebenarnya susah, (pemerintah) Jogja-Solo punya izin,” lanjut Siswan. .

Siswan menambahkan, kemungkinan lainnya, jamaah yang curhat itu menggunakan pemandu atau guide. Karena pemandunya pun memakai pakaian seperti punggawa.

“Sebenarnya sukarela kalau ada pemandu, biasanya begitu. Kalau pemandu bukan pejabat pengadilan, tapi dididik sebagai pejabat pengadilan, biasanya di terminal. Karena kalau hakimnya di atas, maka panduannya ada di bawah,” tutupnya.

——-

Artikel ini dimuat di detikJogja.

Saksikan video “Kisah Meninggalnya Sultan Agung Yogyakarta” (wsw/wsw)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *