Jakarta –
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengusulkan kepada pemerintah agar rencana pajak pertambahan nilai (PPN) ditangguhkan dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025. Hal ini untuk melindungi masyarakat kelas menengah yang total jumlahnya mencapai 115 juta orang.
“Kami pihak asosiasi sepakat meminta tarif (PPN) 12% itu ditangguhkan selama satu atau dua tahun, padahal di UU HES sudah diputuskan (PPN) 12%,” kata Ketua Aprindo Roy Mande, Jumat (8/12). 27/27). 9/2024). Pembicaraan “Menavigasi Strategi Bisnis Pasca Pemotongan Suku Bunga Acuan dan Penghancuran Kelas Menengah” di Hotel Mulia Jakarta.
Meski kenaikannya hanya 1%, Roy Mande mengatakan kebijakan ini bisa menaikkan harga barang di pasaran hingga 10 kali lipat.
“PPN jadi kutukan masyarakat. Harga 1% bukan kenaikan 1%, tapi 10 kali lipat dari 11%, harusnya dinaikkan meski hanya menaikkan tarif PPN tertulis sebesar 1%.”
Menurut Roy Mande, harga beberapa produk kini mengalami kenaikan. Ia khawatir kenaikan PPN menjadi 12% akan menghabiskan lebih banyak tabungan mereka.
“Jangan tunggu Januari (2025), sekarang sudah meningkat. LPG meningkat, beberapa produk juga meningkat, mau beli apa? Jadi katanya stabil (hemat pangan), itu gunanya. Tentu saja karena sekarang sudah meningkat sebelum PPN naik,” ujarnya.
Belum lagi akan ada pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang digelar pada 27 November 2024. Partai Demokrat disebut bisa menaikkan harga bahan pokok karena digunakan untuk bantuan sosial (banso). pasangan calon.
“Pengecer tidak pernah mendapat untung karena membeli langsung dari pabrik. Marginnya sebelum mereka ambil dari pengecer, jadi mereka ambil dari pabrik, mereka beli beras untuk dibagikan. Apa yang terjadi, hukum saja tidak cukup. Apakah permintaan dalam perekonomian konstan atau meningkat “dengan berkurangnya pasokan, harga pasti akan naik. Siap-siap saja akhir tahun pasti meningkat, apalagi kalau ditambah PPN,” tutupnya. (membantu/membunuh)