Jakarta –
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan, Pemerintah Indonesia tengah merencanakan satelit bumi rendah (LEO) seperti Starlink.
Sementara itu, Menkominfo beserta jajarannya bertemu dengan International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa, Swiss untuk membahas rencana Indonesia membangun satelit LEO. Untuk itu, pemerintah Indonesia harus mendaftarkan orbit (registrasi) satelit non geostasioner (NGSO) agar bisa mengorbit di garis khatulistiwa.
“Minggu lalu saya bertemu dengan ITU, saya meminta agar Indonesia diberi kesempatan untuk mendapatkan bagian dari orbit satelit LEO, karena Starlink di Bumi bersifat kutub, utara dan selatan. Saat ini, kita Indonesia ingin meminta garis khatulistiwa untuk timur dan barat,” kata Budi di hadapan Komisi I DPR RI, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Budi juga menjelaskan, saat ini Amerika Serikat sedang mengembangkan 300 ribu satelit LEO. Sebab, kata dia, Indonesia tidak ingin negara Paman Sam kalah dengan satelit LEO.
Makanya kita tidak mau kalah, kita minta luasnya sekitar LEO 13.400 karena semua itu di atas. Aturan internasional kita hanya 100 kilometer saja di bumi yang masih dalam kendali pemerintah, di atas 100 km adalah sebuah pasar bebas,” kata Budi.
Oleh karena itu, kami menekan ITU untuk memberikan hak kepada kami, Indonesia, untuk menggunakan satelit LEO atau satelit tingkat rendah, lanjutnya.
Meski demikian, Menkominfo mengatakan, kehadiran satelit GEO dinilai tetap penting. Sebagai informasi lebih lanjut, berbeda dengan satelit LEO yang ketinggiannya sekitar 500 hingga 1.200 km dari bumi, satelit GEO jauh lebih tinggi, hingga 36 km.
“Satria-1 berguna karena jangkauan datanya yang luas, tapi masalah lain harus disertakan dengan satelit LEO. Meski sekarang ada tiga telepon, nirkabel, broadband, dan satelit. Oleh karena itu, kompatibel,” jelasnya.
Beliau kemudian menjelaskan kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis sistem telepon. Misalnya saja di daerah pedesaan lebih baik menggunakan telepon rumah karena lebih cepat dibandingkan satelit.
“Padahal satelit punya masalah yang disebut matahari terbit. Oleh karena itu, dalam satu tahun ada delapan hari yang posisi Bumi, Matahari, dan Bulannya bertepatan. Jadi satelit bisa bermasalah,” tutupnya. Simak video “Tanggapan Menkominfo atas Pertanyaan Anggota DPR soal Starlink” (agt/fay)