Jakarta –
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) buka suara terkait isu masuknya Starlink langsung ke seluler di Indonesia. Layanan ini memungkinkan ponsel pengguna terhubung ke satelit.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail menegaskan, layanan Starlink yang ada saat ini tidak bisa otomatis memberikan direct to cell di Indonesia.
Pernyataan Ismail juga dimaksudkan untuk memperjelas persoalan terkait pesan langsung Starlink ke seluler yang masuk ke Indonesia.
Mengingat belum ada regulasi yang mengatur pelaksanaannya dan terdapat potensi gangguan pada frekuensi jaringan seluler yang khusus digunakan oleh operator seluler, tegas kutipan siaran pers Cominfo, Senin (24/6/2024).
Spacex, perusahaan luar angkasa milik Elon Musk, sedang melakukan pengembangan langsung ke sel, yang berlanjut hingga saat ini.
Dikutip dari situs resmi Starlink, Direct to Cell merupakan teknologi yang memungkinkan ponsel kita mengakses jaringan Internet langsung dari satelit Starlink untuk melakukan berbagai aktivitas mulai dari SMS, telepon, Internet hingga Internet of Things.
Satelit Starlink Direct to Cell memiliki modem eNodeB canggih yang dapat berfungsi sebagai menara BTS (Base Transceiver Station) di luar angkasa, sehingga tidak memerlukan menara BTS di darat.
Layanan Starlink Direct to Cell mulai diuji pada 8 Januari 2024. Hasilnya, tim berhasil mengirim dan menerima pesan teks pertama menggunakan spektrum T-Mobile melalui salah satu satelit Starlink Direct to Cell yang diluncurkan di pengadilan enam hari kemudian. Nanti. Lebih awal.
Pada tahun 2024, Direct to Cell Starlink hanya mengizinkan penggunaan layanan pesan teks. Pada tahun 2025, Starlink akan diperluas hingga mencakup layanan konektivitas suara, data, dan IoT.
Operator seluler juga merespons kemunculan Direct to Cell, dan meminta pemerintah memperhatikan industri telekomunikasi dalam negeri jika layanan tersebut hadir di Indonesia.
Saksikan video “Kominfo pastikan Starlink tidak merusak ekosistem jaringan lokal” (agt/afr)