Semarang –
Semarang punya banyak penginapan murah. Per malamnya biayanya hanya Rp 4.000 saja. Inilah kisah Pondok Borough yang berlangsung puluhan tahun.
Pondok Borough dikenal sebagai perumahan termurah di Semarang. Biaya menginap di sana hanya Rp 4.000 per malam.
Pondok Borough diyakini sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Tempatnya terletak di bantaran Kali Semarang di Kelurahan Kowman, RT 3/RW 5, Kota Semarang.
Jangan menganggap Pondok Borough sebagai hotel biasa bagi para pelancong. Dari luar, Pondok Boro tampak seperti bangunan tua biasa, seolah sudah lama tidak ditempati pemiliknya.
Tapi kalau masuk satu penumpang, ada sekitar 100 orang. Asrama atau akomodasi hanya untuk pria.
Semuanya merupakan pendatang dengan pekerjaan berupah rendah seperti supir, supir, kuli angkut, dan penjual mainan.
Jangan mengira setiap ruangan ditutupi kasur dan bantal. Mereka tinggal bersama di sebuah ruangan besar dengan tempat tidur panjang, tanpa kasur dan bantal.
Selain tempat tidur, perangkat lain yang bisa Anda nikmati adalah rak berdiri di samping tempat tidur. Selain itu, 2 kamar mandi digunakan secara bergantian.
Warga membayar Rp120 ribu per bulan atau rata-rata Rp4.000 per hari. Kalau pulang, diperbolehkan tanpa membayar.
Banyak warga yang tidak yakin siapa pemilik bangunan tersebut. Namun ada pengelola yang datang rutin untuk memungut uang sewa. Setiap penduduk menerima kartu catatan pembayaran sewa.
Menurut legenda yang beredar di kalangan warga, Pondok Borough awalnya dibangun sebagai pabrik rempah-rempah pada masa kolonial. Kemudian bangunan tersebut digunakan sebagai penginapan pada tahun 1945.
“Dulu gudang tempat kapal datang, (Sungai Semanang) tempat sandar kapal, sebelum kemerdekaan itu ada, kayunya masih utuh,” kata Rasmin (50), salah satu warga saat ditemui di lokasi. Selasa (30/7/2024) Kemarin.
Menurut cerita yang sampai ke Rasmin, seorang pengurus setempat bernama Darmin meminta aktivis Kebumen untuk tinggal di gudang kosong. Saat itu banyak pengungsi yang tidur di kawasan pasar Johor.
Belakangan, gudang tersebut menjadi tempat penampungan para pendatang asal Kebumen. Belakangan, pendatang dari daerah lain mulai menjadi penghuni kos.
“Sekarang cuma sedikit (orang Kebumen). Kalau dulu banyak yang datang dari Kemant. Dulu hanya orang Kebumen. Setelah generasi Kebumen hilang, banyak yang datang.”
Rusmin mengaku sudah menetap di sana sejak tahun 1996. Sebelumnya, kakek dan ayahnya merantau ke Semarang dan juga tinggal di Pondok Borough.
Populasi gubuk dikabarkan mulai berkurang setelah terjadi kebakaran di pasar Johor dan banyak pedagang yang dievakuasi ke kawasan Masjid Raya Jawa Tengah (MAJT). Akibatnya, banyak warga yang pindah ke lokasi baru.
“Ini (mantan warga) tidur dari tahun 1970, kalau saya dari tahun 1996, harga tahun 1996 Rp 200, Rp 300, naik Rp 1.000, Rp 1.500, Rp 2.000, lalu Rp 3.000, lalu Rp 3.000, malam ) sebelum Corona,” ujarnya. Dia menjelaskan.
—
Artikel ini muncul di detikJateng.
Saksikan video “HUT RI, Hotel Penuh dan Harga Melonjak” (wsw/wsw) di IKN