Jakarta –

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertama di Indonesia, Tanri Abeng, meninggal dini hari kemarin pagi, Minggu (23/6). Banyak cerita yang ditulis tentang tokoh Lord Abeng ketika ia masih hidup.

Salah satunya adalah kisah julukan Rp 1 miliar. Dalam postingan detikcom tertanggal 25 Mei 2012, Tuhan menyebut julukan yang diberikan kepadanya tidak pantas. Kemudian Tuhan berkata: “Oh, itu tidak benar!”

Meski lolos, Tuhan mengungkap asal usul julukan tersebut. Menurut Tuhan, hal itu terjadi karena ia menjalankan tiga perusahaan yakni CEO Multi Bintang, CEO Bakrie & Brothers, dan CEO BAT Indonesia.

“Itu karena saya menjalankan tiga perusahaan sekaligus,” kata God.

Pada Maret 2019, Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla (JK) memuji Tanri Abeng sebagai pionir profesionalisme pengelolaan BUMN. Hal ini diungkapkan oleh J.K. Pada acara penyerahan buku Fachri Ali “Pelajaran Bagi Bangsa dari 50 Tahun Kinerja Profesional God Abeng”.

JK mengenang Tanri sebagai pengelola Rp 1 miliar. Ia mengakui kepiawaian Tuhan dalam memimpin perusahaan yang dipimpinnya.

“Saya masih ingat 30-40 tahun lalu, saat itu profesionalisme kurang begitu ditonjolkan atau diakui, lalu masyarakat teringat Tanri Abeng yang disebut-sebut sebagai pengelola Rp 1 miliar, sehingga transfer, kata dia, perlu dilakukan saat itu. Setelah beberapa waktu, hal itu dapat diklarifikasi. “Rp 1 miliar mungkin sama dengan puluhan miliar saat ini.”

Kisah lain yang tak kalah menarik adalah jasa Tanri Abeng dalam menyelamatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan melahirkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Pada tahun 1998, Tanri diangkat menjadi Menteri Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara. Ia merupakan menteri pertama di kementerian yang kini menjadi Kementerian BUMN itu.

Dalam wawancara eksklusif dengan detikcom pada September 2014 lalu, Tanri mengaku, saat menjadi menteri, ada dua persoalan sulit yang menjadi tugas pertamanya. “Lalu ada dua tugas tersulit yang pernah saya lakukan,” kata Lord Abeng.

Tantangan pertamanya adalah membangun kembali Garuda Indonesia. Tugas tersebut dilakukannya atas perintah Presiden Soeharto yang menginginkan lambang negara ini tetap mengudara.

“Saya tidak ingin Garuda bangkrut. Harus tetap terbang,” kata Tuhan saat itu menirukan Soeharto.

Dia mengatakan, hal tersebut bukan perkara mudah karena Garuda sebagai perusahaan bisa dibilang bangkrut, terbebani utang yang sangat besar, dan manajemen yang tidak sehat.

“Saya lihat Pak Harto sangat khawatir dengan Garuda karena itu bendera kami. Meski Garuda kemudian diancam oleh kreditornya. Mereka mengatakan ingin menyita pesawat mereka. Itu yang membuat saya takut,” katanya.

Upaya menyehatkan Garuda Indonesia ada di halaman selanjutnya.

(acd/gambar)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *