Jakarta –
Hermanto Tanoko merupakan salah satu orang terkaya di Tanah Air. Beliau merupakan CEO Tancorp Abadi Nusantara, perusahaan yang membawahi salah satu perusahaan pelapis dinding terbesar di Indonesia, PT Avia Avian Tbk atau Avian Paint.
Forbes mencatat kekayaan bersih Hermanto Tanoko mencapai US$2 miliar atau sekitar Rp. 32,4 triliun (kurs Rp 16.200). Pada tahun 2023, Wijono dan Hermanto Tanuku beserta keluarga masuk dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Mereka berada di peringkat ke-21 dengan kekayaan bersih US$3,05 miliar.
Meski kaya raya, bukan berarti Hermanto tak pernah menjalani kehidupan sulit. Di detikcom 2021 Ask d’Boss 2021, ia berbicara panjang lebar tentang dirinya yang dilahirkan di bekas kandang ayam.
Hermanto mengatakan orang tuanya tidak kaya. Ayah dan ibunya hanya berjualan puluijo (hasil panen kedua) atau hasil pertanian di kota Singosari.
Pada tahun 1959, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tentang Penduduk Berstatus Warga Negara Asing (WNA) yang dilarang berdagang di daerah ke bawah dan wajib mengalihkan usahanya kepada warga negara Indonesia. Peraturan ini juga menyebabkan terjadinya eksodus besar-besaran orang Tionghoa (yang belum menjadi WNI) dan keturunan Tionghoa untuk kembali ke Tiongkok.
Artinya, usaha yang dirintis orang tuanya harus ditutup. Lalu tidak ada lagi aset seperti rumah, toko, dan kendaraan yang bisa dimiliki oleh orang tuanya. Semua aset dijual dengan harga yang sangat murah atau moderat. Hal itu dilakukan agar ayah dan ibu Hermanto bisa kembali ke China.
Saat itu, Hermanto belum lahir karena orang tua dan keempat kakak laki-lakinya harus menunggu kapal pulang ke China. Namun takdir berkata lain, kapal yang akan mengangkut orangtuanya tak kunjung tiba. Hingga akhirnya mereka menyerah dan tinggal di kaki Gunung Kawi.
Orang tua Hermanto tak ingin mengganggu keluarga besar dan kerabatnya. Jadi keduanya sangat mandiri dalam menghidupi keluarga. Akhirnya nenek Hermanto merasa kasihan pada orang tuanya sehingga mereka mengajaknya tinggal di Pasuruan dan tinggal bersama.
Awalnya sang ayah merasa risih karena harus tinggal bersama orang tuanya. Namun, ia tak tega melihat keempat anaknya hidup tak nyaman di balkon, terkena hujan dan panas. Akhirnya ia tinggal dan memberikan satu syarat, yaitu tidak boleh tinggal lebih dari setahun dan membuka toko yang menjual produk di depan rumah.
Hingga 50% keuntungan diberikan kepada saudara perempuan ibu tiri. Syarat-syarat tersebut disepakati, dan akhirnya beliau datang ke Pasuruan dan memulai usaha baru dengan berdagang kacang hijau, kedelai, jagung, dan lain-lain.
Ia menambahkan: “Toko hasil bumi ramai, karena bapak ini tangannya dingin, dan apa yang dia tangani serta apa yang dia lakukan, hasilnya luar biasa.”
Hermanto mengatakan ayahnya tidak terlalu ingin merepotkan orang lain. Tepat 9 bulan 9 hari kemudian, mereka memutuskan untuk meninggalkan rumah ibu mereka dan memberikan bisnis toko hasil bumi kepada adik iparnya. Kemudian mereka pindah ke Kota Malang dan memilih hidup meski kesulitan.
Di Malang, ayahnya menyewa gang berukuran seperempat kali 9 meter. Dulunya, jalan tersebut merupakan kandang ayam dan telah dialihfungsikan menjadi rumah tempat ia tinggal bersama keempat anaknya. “Saya lahir di rumah itu. Makanya Pak Hermanto lahir di kandang ayam. Iya, kandang ayam yang sudah tua, tapi bukan kandang ayam lagi karena sudah dijadikan rumah,” ujarnya. ingat.
Saat itu ayahnya masih menjadi penjual hasil pertanian di Singosari dan menjualnya di Malang. Kemudian ibunya berjualan pakaian dan barang bekas di depan rumah. Ibu dan ayahnya sangat bekerja keras sehingga mereka bekerja sama untuk membantu keluarga mereka bertahan hidup. Hingga akhirnya ia berhasil memiliki toko dan berkembang pesat sejak tahun 1962 sejak kelahirannya.
Hermanto mengungkapkan, ayahnya memulai usaha melukis pada tahun 1978. Saat itu lukisan burung masih merupakan industri rumahan. Pembuatannya dilakukan dengan tangan, bersama ayah Hermanto, Sutekno Tanoko, mencampurkan cat menggunakan dayung perahu.
Hermanto kemudian membantu ayahnya pada tahun 1982 dan pekerja di toko tersebut hanya berjumlah 18 orang. Ia mengaku ayahnya adalah inspirasinya.
“Saat pertama kali membantu, saya bertanya kepada ayah saya, ‘Ayah, apa impian atau visi ayah? Ia menjawab, “Alibaba ingin Avian menjadi produsen cat terbesar di Indonesia.” Wah, dari tadi saya jadi tertantang banget, soalnya waktu itu burungnya dipagari, dan saya tidak punya apa-apa.
Hermanto menggambarkan areal produksi cat di Adar kiri dan kanan sebagai sawah yang tergenang, namun ia kewalahan dengan ayahnya yang bercita-cita menjadi produsen cat terbesar di Indonesia. Hal inilah yang membuatnya merasa tertantang dan berusaha menjadi yang terbaik. Setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun selalu mencetak rekor penjualan dan hal ini membuat Adar berkembang pesat.
Zaman terus berubah, dan tantangan bisnis terus meningkat. Hermanto mengaku tak bisa tinggal diam dan mengandalkan perdagangan burung dengan strategi yang sama. Untuk menjawab tantangan bisnis, ia memperluas wilayahnya dan memperluas jaringan kliennya.
Langkah besar pertama Hermanto adalah membangun laboratorium penelitian dan pengembangan (R&D) dengan sejumlah akar kimia yang sebelumnya belum ada di Avian. “Jadi saya yakin pengembangan produk baru harus terus berinovasi agar kita bisa cepat berkembang,” jelasnya.
Tim Hermanto di Avian saat itu sangat kuat, kompak dan kekeluargaan. Selalu berusaha mencari solusi ketika terjadi permasalahan dalam operasional penjualan dan distribusi. Hal inilah yang menjadikan Avian menjadi produsen cat nasional terbesar di Indonesia setelah 40 tahun berdiri. Saat ini pesaing perusahaan pelapis di Indonesia terutama berasal dari Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.
Hermanto mengatakan logo Cat Avian adalah bebek, burung atau burung. Filosofinya adalah bebek atau unggas bisa berkembang biak di negara mana pun. Artinya, unggas atau bebek bisa hidup dengan baik di negara tropis atau negara atau negara dingin di musim apa pun dan bisa sehat. Berbeda dengan penguin jika hanya hidup di iklim dingin, jelasnya.
Kemudian dari segi manfaatnya, bebek mulai dari daging, bulu, hingga telurnya memiliki manfaat yang positif. Selain itu, nama Avian juga lebih mudah diingat. “Dulu kalau beli orang-orang namanya cat bebek, jadi lebih mudah diingat catnya yang merk bebek. Sekarang orang-orang kenal dengan Avian. Dulu logo bebeknya masih cemberut, lalu tertawa-tawa, dan sekarang bebek sedang terbang.” Dia menjelaskan.
Guna terus menjaga kualitas, Hermanto mengatakan, pabrik cat saat ini terus melakukan ekspansi dan membangun laboratorium terbesar di Asia Tenggara dengan luas 5.000 meter persegi, lima lantai dan satu gedung bernama Bird Innovation Center. “Nah ini untuk penelitian, jadi kita keluarkan sekitar Rp 100 miliar hanya untuk labnya,” jelasnya. (asam/dass)