Jakarta –

Kami meminta semua orang untuk berhati-hati agar tidak menjadi hakim dengan melakukan sesuatu yang menyinggung jika ingin mengajukan pengaduan. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman yang bisa berujung pada tuntutan pidana. “Kekhawatirannya adalah para pelaku usaha mempunyai bukti yang berbeda dan hal ini akan berubah. Ini harus hati-hati,” kata Arief Safari kepada Pengamat dalam sambutannya, Jumat (16 Agustus 2024). Ia menjelaskan, konsumen berhak menyampaikan keluhan jika menerima produk yang tidak sesuai kualitasnya. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Namun ada beberapa langkah yang harus dilakukan konsumen untuk mencapai hal tersebut.

Arief menjelaskan, konsumen sebaiknya mengadu langsung kepada produsen atau pedagang jika merasa haknya dilanggar. Artinya tidak serta merta diunduh dan didistribusikan secara publik. “Artinya tidak viral, jadi berita. Bicaralah dulu dengan pelaku usaha,” ujarnya. Arief melanjutkan, jika tidak ada solusi, laporkan ke Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan minta dukungan. Misalnya saja Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) atau lembaga LPKSM lainnya. Anda juga bisa mengajukan pengaduan ke pemerintah, misalnya Direktorat Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan atau Badan Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia (BPKN). “Tujuan dari dukungan ini adalah agar perusahaan dapat mengikuti pelanggan dan berbicara kembali dengan badan usaha untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut,” ujarnya. Mantan Ketua Komite Komunikasi dan Edukasi BPKN ini menambahkan, jika tidak diambil keputusan, maka perselisihan akan dibawa ke pengadilan. Bisa juga ke luar pengadilan melalui Tim Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di masing-masing daerah. Arief menegaskan, setiap orang harus berani bertanggung jawab jika tidak mengajukan pengaduan sesuai pedoman tersebut. Sebab, pengembang atau pelaku komersial juga berhak menolak penyebaran informasi tersebut. “Kalau ada yang viral, berarti dia (pengguna) harus bertanggung jawab atas informasi yang viral itu. Apakah ini benar? Kalau tidak benar berarti badan usaha berhak menentang dan kemudian memperdebatkan permasalahan yang ada dalam UU ITE,” ujarnya.

Sebelumnya di media sosial, viral video air minum dalam kemasan (AMDK) berisi jentik hitam yang diunggah seorang pengguna. Namun, ketika terdeteksi, pelanggan tersebut menyulitkan produsen untuk membuktikan bahwa produk yang diterima tidak memenuhi persyaratan. Pakar hukum pidana Universitas Nahdlatul Ulama Setya Indonesia Indra Arifin mengingatkan potensi kejahatan bagi setiap klien yang menyebarkan informasi tidak sesuai fakta. Ia menjelaskan, pesan tersebut dapat mempengaruhi citra seseorang dan merusak nama baik orang tersebut atau sekolah. “Jika ini terjadi, Anda bisa dituntut karena pencemaran nama baik. Saya kira bisa berbahaya, padahal yang disampaikan itu bersifat fitnah,” tutupnya. Tonton video “Pemerintah berencana membekukan tingkat pemberdayaan konsumen di Indonesia hingga 60% tahun ini” (prf). /misalnya.)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *