Jakarta –

Gorengan merupakan makanan yang digemari banyak orang di Indonesia. Namun konsumsi gorengan seringkali dikaitkan dengan berbagai penyakit.

Salah satunya adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi. Orang yang gemar mengonsumsi gorengan disebut-sebut lebih rentan terkena tekanan darah tinggi. Lantas, apakah ngidam gorengan selalu berujung pada tekanan darah tinggi?

Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dr. RA Adaninggar Primadia N, SpPD-KGH menjelaskan pada dasarnya tidak ada yang namanya makanan buruk, termasuk gorengan. Hanya saja orang terlalu banyak makan gorengan.

“Kalau kita bicara soal makanan, sebenarnya tidak ada makanan yang buruk, karena makanan apa pun sebenarnya tidak menjadi masalah asalkan kita tahu batasan berapa banyak yang boleh kita konsumsi, termasuk gorengan,” ujar dokter yang akrab disapa Dr. . Ning dalam acara radio kesehatan yang disiarkan di Instagram @Kementerian Kesehatan_RI, Jumat (26/7/2024).

Dr. Ning mengatakan, stigma negatif seputar gorengan sebenarnya juga berasal dari kebiasaan makan masyarakat.

“Kenapa gorengan menjadi salah satu makanan yang dianjurkan untuk dihindari? Karena biasanya kita tidak hanya makan satu gorengan, jadi harus ada beberapa. Yang jelas sangat mudah terjadi overdosis pada bahan-bahan yang ada di gorengan,” dia menjelaskan. .

Makanan yang digoreng, terutama yang digoreng, mengandung cukup banyak lemak, kata Dr. Tidak ada apa-apa. Lemak sendiri tinggi kalori.

“Jadi kalau kita makan gorengan satu saja, itu berarti 300-400 kalori. Kalau sehari kita hanya membutuhkan 2.000 kalori, kalau makan gorengan 5 kali saja, itu berarti 1.500 sampai 2.000 kalori sehari,” tuturnya.

Makanya mudah berlebihan makan gorengan karena kalorinya berlebihan sehingga berujung pada obesitas, kegemukan, kelebihan berat badan, yang akhirnya berujung pada diabetes, diabetes kemudian dikaitkan dengan hipertensi, kata dr. Teruskan.

“Jadi kalau kita memang mau makan gorengan secara wajar, tidak akan membuat kita sakit juga,” tutupnya. Tonton video “Tekanan darah tinggi seringkali menjadi silent killer, ahli saraf: periksa sejak usia 18 tahun” (catatan)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *