Jakarta –

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah melegalkan tempat perjudian di bawah kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin (1966-1977). Kebijakan kontroversial ini diterapkan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah provinsi dengan mengenakan pajak atau retribusi terhadap aktivitas perjudian.

Berdasarkan laman Ensiklopedia Sejarah Indonesia (ESI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Rabu (7/3/2024), Ali Sadikin sedianya merupakan mantan Wakil II Panglima TNI Angkatan Laut. Setelah itu, Presiden Sukarno mempercayakan kepadanya jabatan Menteri Perhubungan Laut dan kemudian Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.

Usai menjabat menteri, Sukarno mempercayakannya kembali menduduki jabatan Gubernur DKI Jakarta. Sejak saat itu, Ali Sadikin menjadi orang nomor satu di Jakarta selama dua periode, yakni pada tahun 1966 hingga 1977.

Ali Sadikin dinilai cocok memimpin Jakarta karena berlatar belakang KKO TNI Angkatan Laut. Memahami permasalahan maritim dan kepelabuhanan, hal ini sejalan dengan kondisi dan kebutuhan Jakarta sebagai kota pelabuhan.

Sayangnya, Ali Sadikin mengawali masa jabatannya sebagai gubernur dalam situasi yang kurang menguntungkan, termasuk dari segi finansial. Sebab saat itu anggaran DKI Jakarta masih sangat kecil, hanya Rp66 juta yang sebagian besar digunakan untuk belanja sehari-hari.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Ali Sadikin tidak hanya mengambil langkah agresif untuk meningkatkan penerimaan dari berbagai jenis pajak, tetapi juga mengambil langkah kontroversial dengan melegalkan perjudian. Dengan cara ini, ia dapat menerima pajak tambahan dari sektor perjudian dan hiburan, meskipun terdapat tentangan yang besar.

Ali Sadikin saat itu menjelaskan, legalisasi perjudian merupakan tindakan darurat sehingga harus dilihat dalam konteks mempertimbangkan manfaat dan kerugiannya.

Perjudian bukan untuk semua orang. Dalam buku Gita Jaya: Catatan Ali Sadikin, Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1966-1977 yang ditulis langsung oleh Ali Sadikin dan diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (1977). Pemprov DKI saat itu dikabarkan sangat ketat dalam mengatur tempat perjudian.

Lokasi ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat umum dari paparan aktivitas perjudian di luar ruangan. Apalagi dengan adanya tempat perjudian legal seperti ini, pemerintah dapat menjaga pajak di kota Jakarta.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada (UU Darurat Nomor 11 Tahun 1957), Pemerintah DKI Jakarta telah melakukan tindakan preventif dan represif terhadap perjudian dengan kewenangan tersebut, kata Ali Sadikin dalam buku tersebut.

“Untuk melokalisasi penegakan perjudian, Pemprov DKI Jakarta menggunakan pendapatan pajak perjudian sebagai sumber pendanaan daerah,” imbuhnya.

Dalam praktiknya, untuk mencegah masyarakat umum memasuki kawasan perjudian ini, Ali Sadikin bersama-sama membentuk tim pengawasan yang tertuang dalam Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 805/A/k/BKD/1967 tanggal 21 September 1967.

Keputusan tersebut merinci berbagai peran tim pengawasan, termasuk memutuskan siapa saja yang boleh memasuki area perjudian seperti Kasino Sarinas. Selain itu, tim ini mempunyai tugas lain seperti mencegah penyalahgunaan izin lokasi perjudian, melarang perbuatan asusila di kawasan perjudian dan masih banyak lagi.

“Saya tekankan tugas tim pemantau sebagai berikut: mencegah segala bentuk penyalahgunaan Kebijakan Lokasi Perjudian; “untuk melindungi masyarakat dari akibat negatif melalui seleksi pengunjung,” tulis Ali Sadikin dalam bukunya.

Artinya menurut peraturan yang berlaku saat ini, tidak semua orang bisa memasuki area perjudian. Misalnya saja masyarakat yang masih di bawah umur atau yang penghasilannya di bawah standar tertentu.

Seolah belum cukup, Ali Sadikin bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, dan Menteri Sosial menetapkan kawasan mana saja yang boleh dijadikan tempat perjudian, sebagaimana ditetapkan dalam Instruksi Bersama Nomor 9 Tahun 1971. Risiko masyarakat umum memasuki kawasan perjudian ini berkurang.

“Tempat terjadinya perjudian tidak boleh dekat dengan pemukiman penduduk, tempat ibadah, sekolah pendidikan, dan lembaga kebudayaan. Tempatnya harus tertutup dan tidak mudah dikunjungi oleh masyarakat berpenghasilan rendah. “jangan sampai terlihat,” jelasnya.

Oleh karena itu, salah satu kasino yang sangat populer saat itu terletak di gedung Sarina. Situs perjudian lainnya juga terletak jauh dari kawasan yang dilindungi oleh pemerintah provinsi.

Selain itu, tempat perjudian ini juga terdapat di Kasino Petak IX, Kasino Teater Jakarta, Kasino Copacabana, Stand Agili di Jakarta Fair/Promosi dan Hiburan Jakarta, Lotto Fair Project Sennen dan Crack, Toto Pacuan Kuda Pulo Mas dan Toto Hai Lai Ankol dan Toto Greyhound Senayan Buka halaman berikutnya.

(yang)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *