Jakarta –
Semangat telah menjadi budaya masyarakat dunia. Banyak orang percaya bahwa hal-hal istimewa terjadi karena hal-hal rohani.
Meski zaman sudah semakin membaik, namun masyarakat modern masih mempercayai keberadaan hantu.
Kebanyakan orang mempercayai hantu karena pengalaman pribadi atau pernah mengalami pengalaman seram saat wisata hantu atau tempat angker.
Kepercayaan terhadap dunia roh juga dapat memenuhi kebutuhan psikologis yang mendalam. Menurut psikolog Richard Wiseman dari Universitas Hertfordshire di Inggris, ada dua alasan utama mengapa orang masih mempercayai hal yang salah.
Yang pertama adalah pengalaman pribadi. Pengalaman tak biasa ini sering kali dilaporkan oleh orang-orang yang kehilangan orang yang dicintai.
“Sisanya adalah media populer, sebagian besar hal yang telah dilalui tidak sulit untuk diidentifikasi. Dengan foto, misalnya, di masa lalu ada banyak paparan ganda, namun sekarang tidak begitu banyak, dengan munculnya teknologi seluler. kamera ponsel, hal-hal seperti itu telah hilang. Hal ini dilansir kantor berita Focus Science dari Wiseman.
Kedua hal tersebut, kata Wiseman, memanfaatkan perilaku manusia untuk memudahkan masyarakat mempercayai keberadaan hantu.
Secara khusus, Wiseman mengaitkan kepercayaan pada hantu dengan kreativitas. Misalnya, pada tahun 2013, sebuah penelitian yang dilakukan di Universitas Columbia menyimpulkan bahwa orang yang cenderung lebih mengaitkan karakteristik manusia dengan objek non-manusia (antropomorfisme) juga lebih cocok.
Kekuatan keyakinan manusia, kemampuannya mewarnai dan membentuk cara kita mengalami realitas, sering kali membuat kita percaya pada hal-hal seperti hantu dan hal-hal jahat (seperti konspirasi).
Saat ini, penelitian yang dilakukan oleh Dr. James Huran pada tahun 1990-an menunjukkan bahwa masyarakat mudah menerima hal-hal negatif yang terjadi ketika diberi informasi atau nasihat.
Isyarat dan pengaruh lingkungan juga dapat berperan penting dalam membentuk keyakinan dan keyakinan akan keberadaan makhluk yang lebih tinggi. Tonton video “Dampak psikologis pada anak jika diajak melakukan kegiatan besar” (kna/kna).