Jakarta –
Perdana Menteri BUMN Tanri Abeng meninggal dini hari tadi. Semasa hidupnya, mendiang Tanri Abeng dijuluki Manajer Rp 1 Miliar.
Dalam catatan detikcom tertanggal 25 Mei 2012, Tanri menyebut julukan yang diberikan kepadanya kurang tepat. “Oh, itu tidak benar,” kata Tanri kemudian.
Meski mengelak, Tanri membeberkan asal usul julukan tersebut. Menurut Tanri, hal tersebut dikarenakan dirinya pernah membawahi 3 perusahaan, yakni sebagai CEO Multi Bintang, CEO Bakrie & Brothers, dan BAT Indonesia.
“Karena saya mengelola 3 perusahaan sekaligus,” kata Tanri.
Pada kesempatan lain, pria kelahiran Selayar, Sulawesi Selatan, 7 Maret 1942 ini mengaku sudah mengembangkan sikap wirausaha sejak kecil. Saat beranjak dewasa, ia mengaku mengalami masa-masa sulit.
“Karena terpaksa, sejak umur 6 tahun saya punya perilaku wirausaha,” kata Tanri.
Tanri berasal dari keluarga kurang mampu dan harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Karena keluarga saya miskin, seminggu saya jual 1 sisir pisang, cukup untuk jajan saya selama 1 minggu,” imbuhnya.
Melanjutkan bangku SMA, jiwa wirausaha perdana menteri BUMN ini semakin kuat. “Saat saya masuk SMA, saya menulis sendiri dari sekolah dan langsung menjual stensilnya,” jelasnya.
“Proses saya profesional tapi perilaku saya wirausaha,” imbuhnya.
Pada Maret 2019, Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla (JK) memuji Tanri Abeng sebagai pionir profesionalisme pengelolaan BUMN. Hal itu disampaikan JK saat peluncuran buku Fachri Ali “Pelajaran Bagi Bangsa 50 Tahun Prestasi Profesional Tanri Abeng”.
JK sendiri mengenang Tanri sebagai pengelola Rp 1 juta. Ia mengakui kehebatan Tanri dalam mengelola perusahaan yang dijalankannya.
“Saya masih ingat 30-40 tahun lalu. Saat itu profesionalisme tidak terlalu ditekankan atau dikenal, lalu orang teringat Tanri Abeng yang dipanggil Manajer Rp 1 miliar. Jadi transfernya saat itu, kata dia, harus diperjelas. beberapa waktu kemudian Bisa jadi “1 miliar kroner bisa sama dengan puluhan miliar saat ini”, jelasnya.
Kemudian JK juga menyinggung politik Tanri saat menjadi Menteri BUMN saat krisis mata uang. Ia mengatakan, kebijakan yang diambil saat itu mendapat banyak kritik.
“Jadi beliau jadi menteri. Ini yang sering disalahartikan masyarakat. Bahwa Tanri itu menteri di saat krisis, sehingga terkadang tindakan di saat kritis adalah tindakan di saat krisis. Tidak bisa disamakan dengan saat normal,” jelas JK . (acd/dtk)