Jakarta –
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali Made Krisna Dinata menyoroti pembangunan hotel dan akomodasi lainnya yang berlebihan di Pulau Dewata. Dia meminta Pemerintah Daerah (Pemda) Bali tidak menjual izin tersebut.
Statistik pertumbuhan perumahan di Bali menunjukkan telah terjadi konversi lahan kosong menjadi bangunan secara signifikan. Selain itu, dibandingkan dengan properti lainnya, akomodasi tamu merupakan tambahan yang bagus.
Krisna merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa jumlah hotel berbintang di Bali terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2000, jumlah hotel berbintang sebanyak 113 hotel, dan pada tahun 2023 jumlah hotel berbintang meningkat dua hingga tiga kali lipat menjadi 541 hotel.
Jika disesuaikan, pada tahun 2000 Bali mempunyai 19.529 kamar hotel, dan pada tahun 2023 bertambah menjadi 54.184 kamar. Misalnya saja kalau kita ikuti data BPS, jumlah hotel berbintang pada tahun 2000 sebanyak 113 hotel, dan pada tahun 2023 jumlahnya akan meningkat signifikan hampir 2 hingga 3 kali lipat menjadi 541 hotel, kata Krisna saat ditemui detikTravel, Rabu (12/1). ). ) /6/2024). Jika diubah, pada tahun 2000 Bali memiliki 19.529 kamar hotel, pada tahun 2023 akan bertambah menjadi 54.184 kamar. Jumlah ini merupakan angka penting terkait pengembangan kawasan wisata khususnya hotel, tambahnya. Pasca krisis COVID-19, Bali menjadi destinasi yang sangat populer, bahkan mendapat rating Bali sebagai ledakan pariwisata atau pariwisata di Pulau Dewata. Jumlah kunjungan wisatawan akan meningkat signifikan pada tahun 2023.
Hal ini direspon investor dengan bergegas membangun perumahan hingga Bali kelebihan pembangunan, khususnya di Bali bagian selatan. Data tersebut jelas menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kawasan wisata ‘terkendali’. Situasi ini menyebabkan peningkatan konversi lahan menjadi kawasan pemukiman.
“Dari hasil data terlihat sangat jelas bahwa pertumbuhan atau penyebaran pengembangan akomodasi wisata sudah terkendali sehingga menyebabkan terjadinya transformasi wilayah yang luas,” kata Krisna. Krisna mengatakan alih fungsi lahan di Bali telah menyebabkan rusaknya kelestarian lingkungan, bahkan atas nama pariwisata. Misalnya saja pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi sepanjang 96 kilometer. Berdasarkan hasil Walhi Bali, pembangunan jalan ini akan memangkas 480,54 hektare sawah produktif. “Kami menilai pembangunan infrastruktur selalu mengubah lingkungan alam dan berdampak pada lingkungan alam Bali. Jarang sekali, pembangunan kerusakan lingkungan juga digambarkan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kalau kita ikuti, hampir semua pembangunan infrastruktur asma pasti mendukung pariwisata di Bali. Bali,” kata Krisna.
Walhi Bali mengusulkan pembatasan pembangunan shelter. Padahal, pemerintah tidak boleh mengeluarkan izin pembangunan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Bali.
“Pemerintah harus memperkuat dan memastikan bahwa semua rencana pembangunan memiliki kajian dampak lingkungan yang menyeluruh,” kata Krisna. Saksikan video “Permata Tersembunyi Bali: Kafe Santai di Tebing Karang Boma” (fem/fem)