Jakarta –
Penelitian baru menemukan bahan kimia beracun dalam kondom dan pelumas kontrasepsi. Bahan kimia ini dapat diserap melalui kulit lebih cepat dari yang diperkirakan dan menyebabkan penyakit serius.
Dari penelitian yang dilakukan oleh advokat konsumen Mamavation, ditemukan bahwa kandungan bahan kimia yaitu PFAS sangat tinggi pada produk tersebut.
PFAS dikenal sebagai ‘bahan kimia selamanya’ karena tidak terurai dan terakumulasi pada tingkat yang lebih tinggi.
“Vagina dan penis merupakan area dengan pembuluh darah dan kulit yang lebih sering terpapar bahan kimia tersebut dibandingkan bagian tubuh lainnya,” jelas penasihat ilmiah Mamavation, Linda Birnbaum, dikutip Mirror UK.
PFAS umumnya digunakan untuk membuat produk tahan air dan tahan panas. Namun, bahan kimia ini sering dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker, masalah hati dan ginjal, cacat lahir, dan masalah kesehatan serius lainnya.
“Secara kimiawi dapat dipastikan saluran reproduksi wanita akan terkontaminasi oleh beberapa bahan kimia dalam kondom,” kata peneliti Green Science Policy Institute Teresa Heinz.
Hingga saat ini, beberapa produk kondom dan pelumas diketahui memiliki kadar PFAS dua kali lebih tinggi dibandingkan produk lainnya.
“Mengingat kondom merupakan area paparan paling sensitif pada tubuh manusia baik pria maupun wanita, saya sangat menyarankan industri untuk segera mengidentifikasi dan menghilangkan bahan kimia tersebut,” kata Linda.
PFAS atau zat perfluoroalkyl dan polyfluoroalkyl adalah sekelompok bahan kimia buatan yang telah digunakan dalam industri sejak tahun 1940-an. tongkat masak, pakaian tahan air, kain tahan noda, busa tahan api dan kemasan makanan.
Bahan kimia PAFS dapat terakumulasi di dalam tubuh manusia dan hewan. Zat ini berikatan dengan protein dan ditemukan di darah, hati dan ginjal. Karena tidak terurai, kadar zat ini dapat meningkat seiring waktu jika terpapar berulang kali.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa PFAS dapat meningkatkan risiko kanker seperti kanker ginjal dan testis. Paparan zat-zat tersebut juga dikaitkan dengan penekanan sistem kekebalan tubuh, sehingga lebih sulit bagi tubuh untuk melawan infeksi.
PFAS juga dapat mengganggu sistem hormonal tubuh sehingga menyebabkan masalah reproduksi, penyakit tiroid, dan gangguan tumbuh kembang pada anak. Tidak hanya itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa beberapa zat PFAS dikaitkan dengan kadar kolesterol yang lebih tinggi, sehingga dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Tonton video “Alasan KB, spermisida dan diafragma kurang populer di Indonesia” (sao/kna)