Jakarta –

Menteri Kelautan dan Investasi Luhut Bansar Panjitan mengaku sudah berdiskusi dengan Prabhu Subjeant soal peningkatan pendapatan pemerintah.

Menurut Lohut, kuncinya adalah meningkatkan pendapatan pemerintah melalui digitalisasi. Jika pemerintah gencar mengadvokasi reformasi birokrasi dan transformasi digital, ia yakin pendapatan pemerintah akan meningkat.

“Saya informasikan ke Presiden terpilih (Prabhu). Saya bilang, ‘Pak, sebenarnya tidak sulit (menambah pendapatan) kalau kita mau kompatibel dengan itu, digitalisasi,'” Luhut Menteri PAN-RB Abdullah Azor Anas ungkapnya saat peluncuran buku otobiografi “Birokrasi Anti-Arus Utama” di sebuah hotel di Bedakara, Jakarta, Kamis (10/10/2024).

Wujud nyata dari digitalisasi adalah pemanfaatan Sistem Informasi Mineral dan Mineral (Simbara) batubara. Sistem ini meningkatkan pendapatan pemerintah dari sektor batubara sebesar 40%.

Kini Sambara dimanfaatkan batu bara untuk meningkatkan penerimaan negara sebesar 40 persen.

Luhut juga mengatakan pemerintah berencana memperluas penggunaan sambara ke produk lain. Salah satu barang yang akan masuk adalah minyak sawit.

Menurut Lohut, informasi mengenai kelapa sawit masih belum lengkap. Padahal, potensi pendapatan pemerintah dari sektor ini sangat besar.

“Sekarang kami meluncurkan Sambara untuk kelapa sawit, data kelapa sawit baru selesai hari ini dan ini merupakan pendapatan yang sangat besar bagi pemerintah,” ujarnya.

Lohut juga berpendapat pelacakan melalui sistem digital ini lebih efisien dibandingkan menggunakan metode penandatanganan kontrak pemenuhan. Sebab dengan sistem ini, kata Luhut, akan tercipta ekosistem tanpa korupsi.

“Yang paling penting adalah kami menciptakan ekosistem di mana tidak ada lagi transaksi eksternal, Anda berurusan dengan mesin,” ujarnya.

Sebagai tambahan informasi, pernyataan Luhut ini dilontarkan di tengah kekhawatiran isu kebocoran pajak senilai Rp 300 triliun di sektor sawit. Ia mengatakan, situasi ini disebabkan oleh pedagang kelapa sawit ilegal yang membangun perkebunan ilegal dan memungut pajak dari mereka.

Kabar surat tersebut diungkapkan Hashim Jojohadikosumo, Wakil Presiden Dewan Pertimbangan Partai Girendra. Ia menambahkan, jutaan hektar lahan hutan telah dirampas secara ilegal oleh para pengusaha fanatik untuk perkebunan minyak.

Berbicara dalam Diskusi Ekonomi, Hashem mengatakan: “Ternyata kami sudah diingatkan, tapi kami belum membayar. Dan kami mendapat informasi hingga 300 triliun dolar yang belum dibayarkan. Ini dari pemerintah. Data yang dikumpulkan.” tulis pengusaha senior internasional di Menari Kadin, Jakarta, Rabu (9 Oktober 2024).

Keterbukaan menjadi salah satu topik yang sering dibicarakan Prabhu Subjanto saat kampanye Pilpres 2014. Bahkan saat itu, Prabowa dikenal dengan sebutan Prabuko karena sering membahas keterbukaan anggaran.

Menurut Hashim, informasi tersebut diterima Prabowo dari Menteri Kelautan dan Investasi Luhut Bansar Panjitan dan Kepala BKPK Muhammad Yusuf Atta dan dikonfirmasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Ini informasi yang diterima Pak Prabhu dari Lohut dan Kedelapan (BKPK) dan dikonfirmasi dari LHK bahwa jutaan hektar lahan hutan telah ditempati secara ilegal oleh pedagang sawit, jelas-jelas memperingatkan mereka. Memang benar, tapi mereka belum membayar. ” katanya.

Hashim mengungkapkan, pihaknya saat ini memiliki 300 nama perusahaan sawit abal-abal. Namun, daftar ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut. (schc/hns)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *